Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Etik Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah mengantongi sanksi atas dua entitas anggotanya yang melanggar. Kasus ini mencuat setelah masyarakat melaporkan ada pemain yang memberikan biaya pinjaman melebihi kesepakatan asosiasi sebesar 0,8% per hari termasuk bunga, administrasi dan provisi.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede menyatakan komite etik sudah pada tahap kesimpulan tingkat pelanggaran dan bentuk sanksi yang akan diberikan kepada dua entitas ini. Namun pihaknya secara resmi belum menerima laporan dari komite etik.
"Kami tidak main-main dan menindak tegas selama buktinya valid. Laporan yang masuk dengan bukti valid akan ditindak lanjuti oleh komite etik. Sudah ada konklusi dari Komite Etik. Dua entitas ini di sektor konsumtif," ujar Tumbur di Jakarta pada Kamis (16/5).
Tumbur menambahkan, bukan berarti sektor konsumtif jelek, malahan pemain yang menyasar sektor konsumtif mampu memproses begitu banyak pengajuan pinjaman lewat teknologi.
"Ada kesalahan persepsi oleh penyelenggara terhadap biaya pinjaman ini. Tapi naiknya tidak signifikan yakni 0,9%, karena kesalahan perhitungan. Satu lagi (pelanggaran) akses yang belum disesuaikan, sebab aturannya hanya boleh akses kamera, audio, dan lokasi, Tapi bukan akses kontak ya. Mereka juga sudah kembali menyesuaikan. Jadi pelanggarannya bukan penagihan," jelas Tumbur.
Meski belum mendapatkan laporan komprehensif dari komite etik AFPI, Tumbur menilai sanksi yang akan diberikan tidaklah berat. Terdapat empat tingkatan sanksi yang telah ditentukan oleh asosiasi.
Pertama peringatan tertulis bersifat tertutup. Kedua, pemberitahuan kepada masyarakat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketiga, penonaktifan keanggotaan sementara. Terakhir, penghentian keanggotaan secara permanen.
"Menurut saya sanksinya tidak berat, mereka tidak menerapkan biaya pinjaman hingga 2%, itu baru berat. Yang akses juga bukan mengakses kontak, itu berat," tutur Tumbur.
Tumbur masih enggan menyampaikan nama entitas fintech p2p lending yang melanggar kode etik AFPI. Selain belum menerima laporan dari AFPI, Tumbur menambahkan tidak semua pelanggaran bisa disampaikan kepada publik.
Tergantung sanksi yang akan diterima nantinya. Bila hanya peringatan tertulis maka tidak akan diberitahukan kepada publik.
Sebelumnya Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyatakan telah menerima laporan dari asosiasi bahwa ada dua entitas fintech legal yang terdaftar di OJK melakukan pelanggaran.
Hendrikus menyatakan nasib dua fintech ini akan ditentukan oleh komite etik AFPI. OJK tidak akan ikut intervensi dalam penentuan sanksi.
OJK sudah mengumumkan terdapat 113 platform fintech lending yang terdaftar dan diawasi oleh regulator. Lima diantaranya kini telah mengantongi izin atau lisensi dari regulator.
Hingga Maret 2019, P2P lending telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 33,2 triliun. Nilai ini tumbuh 46,48% bila dibandingkan posisi Desember 2018 senilai Rp 22,66 triliun.
Adapun tingkat wanprestasi di atas 90 hari pada sebesar 2,62% pada kuartal I-2019. Nilai ini turun dibandingkan posisi Februari 2019 di level 3,18%. Kendati demikian, posisi wanprestasi ini masih lebih tinggi dibanding akhir 2018 di posisi 1,45%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News