Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tingginya kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) di segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berpotensi menekan industri penjaminan.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, kondisi tersebut dapat berdampak pada peningkatan klaim yang harus ditanggung perusahaan penjaminan.
Sebagai informasi, data Bank Indonesia (BI) mencatat NPL UMKM masih berada di level cukup tinggi, yakni 4,51% per Oktober 2025, naik dari 3,76% pada Desember 2024.
Baca Juga: Strategi Asei Raih Cuan dari Asuransi Perjalanan Jelang Nataru
“Tingkat NPL kredit UMKM yang masih relatif tinggi memang berpotensi berdampak pada industri penjaminan, karena risiko kredit perbankan turut memengaruhi klaim yang harus ditanggung perusahaan penjaminan,” ujar Ogi dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Kamis (27/11/2025).
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Ogi mendorong perusahaan penjaminan untuk memperkuat pencadangan klaim secara konservatif, serta memantau pengakuan pendapatan akrual dengan memperhitungkan liabilitas masa depan.
“Ditambah, mengoptimalkan recovery klaim melalui subrogasi,” lanjutnya.
Menurut Ogi, langkah-langkah itu krusial untuk menjaga kesehatan finansial perusahaan dan memperkuat ketahanan industri penjaminan secara keseluruhan.
Dari sisi asosiasi, Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) juga menyoroti perlunya langkah hati-hati di tengah tingginya NPL UMKM.
Baca Juga: Fintech Restock.id Gandeng Boleh Dicoba Digital (BDD) Guna Perkuat Pembiayaan
Sekretaris Jenderal Asippindo Agus Supriadi mengatakan, perusahaan penjaminan harus memastikan hanya UMKM berprofil risiko baik yang menerima fasilitas penjaminan.
Selain itu, portofolio penjaminan UMKM perlu mendapatkan monitoring lebih intensif untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini.
Agus juga mendorong optimalisasi teknologi guna meningkatkan efisiensi dan akurasi proses penjaminan dan monitoring.
“Ditambah, mengembangkan produk penjaminan yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan UMKM, tetapi tetap memperhatikan aspek risiko,” kata Agus kepada Kontan, Minggu (16/11).
Ia menambahkan, perusahaan penjaminan perlu memastikan UMKM memiliki aset yang bisa dijadikan jaminan kredit agar potensi penagihan subrogasi lebih tinggi jika terjadi klaim.
Dengan demikian, perusahaan penjaminan tetap dapat mendukung pertumbuhan UMKM sembari menjaga stabilitas keuangan.
Baca Juga: Asuransi Umum Masih Menunggu Data Laporan Kerugian Terkait Bencana Banjir di Sumatra
Dari sisi kinerja industri, OJK mencatat nilai aset perusahaan penjaminan mencapai Rp 48,24 triliun per September 2025, tumbuh 1,37% secara tahunan.
Sementara itu, pendapatan imbal jasa penjaminan tercatat Rp 5,8 triliun, turun 11,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Adapun nilai klaim industri penjaminan mencapai Rp 5,24 triliun, atau terkontraksi 20,68% secara tahunan.
Selanjutnya: Inalum Perkuat Sinergi dengan Pelanggan Lewat Aluminium Talk
Menarik Dibaca: Hunian Modern Kian Diminati, LIXIL Buka Experience Center di Bali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













