Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penempatan dana bank di surat berharga menyusut di kuartal I 2019 secara industri. Hal ini disebabkan pertumbuhan kredit yang cukup deras di kuartal pertama tahun ini.
Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Maret 2019 total kredit perbankan sudah mencapai Rp 5.291,23 triliun, meningkat sebanyak 11,55% secara year on year (yoy).
Alhasil, penempatan dana bank di surat berharga pun kian susut menjadi Rp 1.062,43 triliun per Maret 2019 dari Rp 1.135,95 triliun di Maret 2018 atau turun 6,42%. Sejumlah bankir yang dihubungi Kontan.co.id pun mengamini bahwa permintaan kredit relatif bergerak cepat di kuartal pertama.
Ambil contoh, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang mengatakan portofolio surat berharga BNI di Maret 2019 turun sebanyak 7,2% secara yoy menjadi Rp 101 triliun. "Turunnya surat berharga yang di-switch menjadi kredit merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan bunga serta margin bank," terang Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo kepada Kontan.co.id, Selasa (21/5).
Menurut Anggoro, langkah tersebut sudah dipikirkan oleh BNI. Sebab pada dasarnya, penempatan dana bank di surat berharga merupakan siasat untuk mengelola likuiditas, serta mengikuti arah pergerakan pasar.
Lagipula, di kuartal I 2019 ekspansi kredit bank berlogo 46 ini terbilang cukup tinggi yakni 18,3% yoy menjadi Rp 491 triliun atau melampaui rata-rata industri. Di sisi lain, realisasi dana pihak ketiga (DPK) BNI tumbuh lebih rendah 16,8% yoy menjadi Rp 538 triliun.
"Adanya gap antara pertumbuhan kredit dengan DPK tersebut dipenuhi oleh dana non-konvensional maupun penurunan surat berharga," sambungnya.
Sama seperti BNI, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) pun juga mengalami hal serupa. Direktur Kepatuhan BTN Mahelan Prabantarikso menjelaskan posisi penempatan dana BTN pada surat berharga mengalami penurunan dari posisi Rp 26 triliun pada Maret 2018 menjadi Rp 18 triliun di akhir Maret 2019.
Sama seperti Anggoro, Mahelan menjelaskan bahwa permintaan kredit di bulan Maret 2019 sangat tinggi yakni mencapai 19% secara yoy. Sedangkan, DPK BTN tak berjalan dalam kecepatan yang sama alias hanya naik 11% yoy.
Meski begitu, hal tersebut dinilai Mahelan sebagai kondisi yang wajar dalam pengelolaan likuiditas perbankan. Pun, pada tahun 2019 BTN memang sengaja melepas beberapa dana mahal (deposito) untuk mengoptimalkan dana murah guna menekan beban bunga, alhasil pertumbuhan DPK tak sederas kredit.
"Idealnya, pertumbuhan kredit diimbangi oleh pertumbuhan DPK. Namun, dalam kondisi suku bunga yang tinggi jika dibandingkan dengan awal tahun 2018, BTN harus mengambil langkah efisiensi tersebut," ungkapnya.
Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengatakan per posisi Maret 2019 penempatan surat berharga BCA masih stabil secara yoy. "Dari sisi likuiditas, rasio LDR BCA per Maret 2019 stabil di kisaran 80%-81% sehingga masih memiliki kemampuan dalam menangkap peluang," terang Sekretaris Perusahaan BCA, Jan Hendra.
Menurut BCA, penempatan atau alokasi aset surat berharga dilakukan bank untuk mencapai tingkat pengembalian (return) yang optimal sesuai kondisi bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News