kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kredit menjamur di proyek infrastruktur


Selasa, 11 April 2017 / 21:03 WIB
Kredit menjamur di proyek infrastruktur


Reporter: Dikky Setiawan, Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dikky Setiawan


JAKARTA. Infrastruktur menjadi salah satu kata kunci yang sering dipakai pemerintah tiga tahun belakangan ini. Sebab, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu upaya penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah semakin kencang menginjak pedal gas untuk mengebut pembangunan infrastruktur di tanah air. 

Salah satu strategi untuk memastikan proyek infrastruktur jalan adalah menggerakkan lembaga pemerintah untuk mendukung proyek infrastruktur. Contohnya, Rabu (5/4) pekan lalu, sejumlah menteri di Kabinet Kerja meneken nota kesepahaman (MoU) percepatan infrastruktur dan penataan aset BUMN Penandatanganan MoU itu diteken bersama antara Menteri BUMN, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Perhubungan dan Jaksa Agung di PTPN III, Medan, Sumatra Utara. 

Langkah pemerintah untuk menggeber pembangunan infrastruktur tentu membutuhkan gelontoran dana cukup besar. Asal tahu saja, dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) tahun 2015–2019, kebutuhan dana infrastruktur mencapai Rp 4.796 triliun. Sebanyak 40% berasal dari APBN dan APBD, BUMN sebesar 22%, dan sisanya sebesar 36,5% didanai oleh swasta. 

Dengan anggaran yang cupet, pemerintah memang tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang mengucurkan dana untuk pembangunan infrastruktur. Lembaga pemerintah dan swasta dilibatkan untuk membiayai proyek infrastruktur ini. Salah satunya perbankan. Gayung bersambut, sejumlah bank nasional siap membuka lebar keran kredit untuk membiayai proyek infrastruktur tahun ini. 

Salah satunya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Bank berlogo 46 ini bakal menggenjot porsi penyaluran kredit infrastrukturnya. Herry Sidharta, Wakil Direktur Utama Bank BNI mengatakan, target penyaluran kredit infrastruktur BNI tahun ini sebesar Rp 115 triliun. Porsi ini naik sekitar 20% dibandingkan tahun lalu yang senilai Rp 86,3 triliun atau tumbuh 30,4% secara tahunan (year on year) dibanding tahun 2015 yang sebesar Rp 66,19 triliun.

Fokus ke jalan tol

Herry menjelaskan, sektor infrastruktur termasuk salah satu penopang kinerja penyaluran kredit BNI tahun lalu. Di sepanjang 2016, kata Herry, sektor infrastruktur yang dibiayai BNI didominasi oleh sektor energi atau kelistrikan (30%), jalan tol (27%), transportasi (19%), infrastruktur minyak dan gas (14%), dan sisanya (11%) ke sektor telekomunikasi. 

Dalam membiayai kredit infrastruktur, lanjut Herry, BNI akan lebih fokus pada pembiayaan infrastruktur pemerintah dan BUMN. Perusahaan pelat merah yang menerima kucuran kredit infrastruktur BNI antara lain PT Jasa Marga Tbk dan PT Waskita Karya Tbk. 

“Kami akan optimalkan value chain, peningkatan perbaikan kualitas, dan kapabilitas kredit infrastruktur,” ungkap Herry kepada Tabloid KONTAN, Rabu (5/4).

Herry menambahkan, tahun ini, BNI akan memperbesar penyaluran kredit infrastruktur ke sektor jalan tol dengan porsi berkisar 40%–50%. Adapun, nilai kredit infrastruktur baru yang akan dikucurkan BNI pada semester I 2017 mencapai Rp 6,75 triliun. Salah satu proyek infrastruktur yang mendapatkan pembiayaan BNI, antara lain pembangunan jalan tol Pemalang–Batang sepanjang 39,2 kilometer senilai Rp 4 triliun.

Proyek jalan tol lainnya adalah Tol Tol Kanci–Pejagan, Pandaan–Malang, Tol Surabaya–MojokertoTol JORR II ruas Serpong–Kunciran–Cengkarang, dan Tol Gempol–Pasuruan. Di luar jalan tol, BNI akan mendanai proyek light rapid transit (LRT) Palembang, LRT Jabodetabek, Palapa Ring Tengah dan Timur, Pelabuhan Kuala Tanjung, dan Kereta Bandara Soekarno-Hatta. 

“Tahun lalu, kami salurkan kredit infrastruktur sebesar 22% dari total kredit perusahaan. Tahun ini, kami akan genjot lagi,” imbuh dia.

Untuk membiayai kredit infrastruktur yang terkenal memiliki time horizon sangat panjang, BNI telah menyiapkan strategi untuk pendanaannya. Di antaranya, BNI akan mencari dana segar di pasar obligasi dan pinjaman bilateral. 

Selain itu, owner project juga akan melakukan aksi korporasi melalui pasar modal, seperti rights issue ataupun menerbitkan obligasi.Bank pelat merah lainnya yang juga membidik kenaikan porsi kredit infrastruktur adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). 

Kuswiyoto, Direktur Kelembagaan dan BUMN BRI menyatakan, tahun ini, penyaluran kredit korporasi BRI akan digenjot ke sektor infrastruktur. BRI menargetkan outstanding kredit di infrastruktur hingga akhir tahun ini Rp 58,6 triliun. Porsi ini melonjak sekitar 30% dibandingkan kredit infrastruktur BRI tahun lalu yang hanya sekitar Rp 45,11 triliun. 

Bank BRI memang memiliki fokus segmentasi kredit yang berbeda dengan bank BUMN lainnya. Sesuai slogannya, bank wong cilik ini lebih fokus menyalurkan kreditnya ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Tahun lalu, portofolio kredit BRI yang mencapai Rp 635 triliun didominasi pembiayaan ke sektor UMKM dengan porsi 73%. Sisanya mengucur ke kredit korporasi. “Secara perlahan, akan kami tingkatkan porsi kredit infrastruktur,” kata Kuswiyoto kepada Tabloid KONTAN.

Kuswiyoto menambahkan, untuk penyaluran kredit infrastruktur tahun ini, pihaknya baru menerima sedikit proposal pengajuan pembiayaan. Karena itu, ia tidak berani memastikan sektor infrastruktur apa saja yang akan mendominasi pembiayaan kredit BRI di tahun ini. Yang jelas, kata dia, BRI bakal  menyalurkan kredit ke semua jenis proyek infrastruktur seperti jalan tol, energi listrik, pelabuhan, dan bandar udara. 

Di sepanjang tahun lalu, emiten dengan kode saham BBRI ini banyak membiayai proyek-proyek infrastruktur di sektor energi listrik, jalan tol, dan perkeretaapian. “Intinya, kami telah menyiapkan pendanaan untuk kredit infrastruktur. Soal proyek yang akan kami biayai, tergantung proposal pengajuan yang masuk,” imbuh dia.

Kuswiyoto menambahkan, pasar kredit infrastruktur di dalam negeri masih terbuka lebar dan menguntungkan secara bisnis. “Secara bisnis, pasti menguntungkan kredit infrastruktur. Kalau tidak menguntungkan, bank tidak mau ikut sindikasi dalam kredit infrastruktur,” bebernya.

Alternatif pendanaan

Itu sebabnya, demi membiayai pinjaman ke sektor infrastruktur, BRI telah mencari alternatif pendanaan seperti penerbitan obligasi dan dana pihak ketiga (DPK). Catatan saja, DPK BRI pada 2016 mencapai Rp 723,8 triliun atau tumbuh 12,6% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 642,8 triliun. Pertumbuhan pertumbuhan dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) BRI, baik tabungan maupun giro, mencapai 60,6% dari total DPK.

Tidak mau kalah dengan para ‘saudaranya’, PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) juga siap jor-joran mengalirkan kredit infrastruktur pada tahun ini. Yang terbaru, Rabu (29/3) dua pekan lalu, bank BUMN berlogo pita emas ini telah meneken komitmen penyaluran kredit sindikasi dengan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) senilai Rp 1,87 triliun. Dalam sindikasi itu, Bank Mandiri dan Bank BCA masing-masing mengucurkan dana Rp 935 miliar.

Gelontoran dana kredit sindikasi itu disalurkan Bank Mandiri untuk kebutuhan dana proses pembebasan lahan ruas tol Semarang–Batang sepanjang 75 km.

Dikdik Yustandi, Senior Vice President Corporate Banking Bank Mandiri bilang, kredit sindikasi dilakukan Mandiri dalam rangka mendukung program pemerintah mempercepat penyediaan sarana infrastruktur nasional.

Bank Mandiri menargetkan kredit infrastruktur dapat tumbuh 10%-15% di tahun ini. Pada 2016, perusahaan hasil merger empat bank ini membukukan outstanding kredit infrastruktur Rp 57,3 triliun atau naik 38,2% dibandingkan tahun 2015.

Kredit infrastruktur itu disalurkan ke sektor pembiayaan jalan tol sebesar Rp 8,6 triliun, proyek kelistrikan Rp 22,6 triliun, transportasi Rp 18,7 triliun, dan telekomunikasi Rp 7,5 triliun.

Sejatinya, tahun lalu, total komitmen kredit infrastruktur yang diberikan Bank Mandiri mencapai Rp 104,6 triliun. Kredit tersebut untuk pembiayaan  proyek tol sebesar Rp 14,5 triliun, pembangkit listrik Rp 39,3 triliun, transportasi sebesar Rp 38,2 triliun, dan telekomunikasi sebesar Rp 12,6 triliun. Namun baru sekitar Rp 57,3 triliun yang telah ditarik oleh debitur.

Pada 2017, kata Dikdik, Bank Mandiri menargetkan sekitar 17%-20% dari total kredit perusahaan mengalir ke sektor infrastruktur. Tahun lalu, total penyaluran kredit perusahaan ini mencapai Rp 662 triliun atau tumbuh 11,2% (yoy). “Tahun lalu, kredit infrastruktur baru 17% dari total kredit Bank Mandiri. Tahun ini mungkin bisa sekitar 20%,” kata Dikdik. 

Dikdik menambahkan, dalam pipe line (rencana induk) Bank Mandiri tahun ini, setidaknya ada Rp 62 triliun sindikasi pembiayaan jalan tol. Jumlah itu terbagi menjadi tujuh proyek, antara lain, ruas Tol Semarang–Batang, Tol Pandaan–Malang, Tol Balikpapan–Samarinda, Tol Manado–Bitung, jalan layang Cikampek, dan proyek Trans Jatim Pasuruan. 

Seluruh proyek itu di bawah pengelolaan Badan Usaha Jalan Tol Jasa Marga. “Semuanya sedang proses dengan total nilai Rp 62 triliun atau sekitar 70% dari total proyek infrastruktur tol kami. Porsi kredit infrastruktur Bank Mandiri di Jasa Marga sebesar 80%,” imbuh Dikdik. 

Jika berjalan sesuai rencana, pembiayaan Bank Mandiri ke sektor infrastruktur pada tahun ini akan mulai dicairkan pada kuartal II dan III mendatang. Mayoritas kredit infrastruktur Bank Mandiri tahun ini masih lebih banyak disalurkan ke sektor ketenagalistrikan dan jalan tol dengan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) masih di bawah 2%. 

Geliat pembangunan infrastruktur juga dilirik oleh Bank BCA. Langkah ini akan ditempuh BCA demi mendongkrak kredit korporasi mereka selama tahun 2017. Sebagai catatan, tahun lalu, kredit korporasi BCA tumbuh 9,6% menjadi Rp 154,9 triliun dibandingkan tahun 2015. 

Karena itu, bank milik Grup Djarum ini siap mengalirkan kredit infrastruktur. Yuli Melati Suryaningrum, Senior Vice President Corporate Banking BCA menilai, kerja sama kredit sindikasi antara Bank BCA dengan Bank Mandiri menunjukkan dukungan perusahaannya terhadap pembiayaan proyek infrastruktur di Indonesia.

Yuli menuturkan, kredit sindikasi proyek tol Batang–Semarang merupakan salah satu wujud dukungan BCA dalam pembiayaan infrastruktur. “Dengan dukungan pembiayaan ini, diharapkan pembebasan lahan dapat dilakukan tepat waktu. Jadi, penyelesaian proyek juga bisa tepat waktu,” kata Yuli.

Selain jalan tol, penyaluran kredit infrastruktur secara sindikasi dengan bank lain juga dilakukan BCA. Misalnya saja untuk membiayai proyek milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pembiayaan yang jadi bagian dari mega proyek 30.000 MW ini diperkirakan bernilai Rp 12 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×