Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Johana K.
JAKARTA Nilai fasilitas kredit yang masih belum ditarik oleh debitur bank alias undibursed loan terus membumbung tinggi. Data Bank Indonesia (BI) paling mutakhir mencatat, hingga akhir Februari 2010 lalu nilai undisbursed loan alias kredit mubazir di perbankan mencapai Rp 495,59 triliun. Ini setara dengan 34,68% dari nilai outstanding kredit nasional, tertinggi dalam sejarah perbankan.
Nilai undisbursed loan ini naik 78% bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Akhir Februari 2009 lalu, nilai kredit mubazir tercatat sebesar 22% dari total outstanding kredit nasional atau setara Rp 278,49 triliun.
Sedangkan bila dibandingkan dengan kondisi akhir tahun lalu, nilai undisbursed loan di perbankan masih sebesar Rp 323,716 triliun. Artinya, hanya dalam rentang dua bulan saja, terjadi penambahan nilai undisbursed loan sebesar Rp 171,87 triliun. Bahkan, bila dibandingkan dengan situasi tahun lalu, kenaikan undisbursed loan mencapai 77,95%.
Pelaku sektor riil mengakui, membludaknya nilai kredit mubazir ini mengindikasikan kondisi sektor riil sejauh ini masih belum normal. "Sektor riil masih belum normal, kondisinya belum kembali ke situasi sebelum krisis. Daya beli masyarakat juga masih belum baik," ungkap Pengurus Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Thomas Dharmawan.
Karena belum sepenuhnya pulih, banyak dari pelaku sektor riil yang memanfaatkan dana dari sumber lain yang dinilai lebih murah. Misalnya, beberapa perusahaan yang sudah tercatat di bursa, lebih suka mencari tambahan kapital dari lantai bursa. "Fasilitas kredit akhirnya hanya untuk berjaga-jaga saja," ujarnya.
Fasilitas kredit digunakan sebagai alternatif pendanaan kesekian tak lain juga karena para pelaku sektor riil masih mengharap bunga kredit bisa turun lebih rendah lagi. "Bunga di sini masih dua digit, mendingan memakai fasilitas kredit dari luar yang bunganya bisa 5% atau 6% saja," jelas Thomas.
Ia juga menilai, bank harusnya lebih selektif menggaet debitur. "Jangan memberi kredit pada mereka yang sebenarnya tidak butuh kredit," cetusnya. Perbankan, menurutnya, sudah waktunya menengok sektor-sektor produktif lain yang benar-benar butuh kredit untuk ekspansi namun selama ini cenderung dijauhi karena risikonya dinilai besar. Misalnya, sektor tekstil atau perikanan.
Kalangan bankir sendiri menilai, menumpuknya undisbursed loan di awal tahun merupakan siklus tahunan yang selalu berulang. Bankir yakin, menginjak kuartal dua, tiga, dan empat nanti, para debitur akan mulai giat memanfaatkan fasilitas kredit yang telah diperolehnya.
"Awal tahun, permintaan dan pemakaian kredit biasanya masih pelan. Fasilitas kredit masih belum banyak terpakai. Nanti di kuartal dua baru mulai banyak pemakaian, hingga akhir tahun," imbuh Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News