Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Statistik perbankan terbaru yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) mencatat, sampai akhir kuartal 1 2010 nilai kredit mubazir alias undisbursed loan mencapai Rp 471,96 triliun. Angka ini menyusut sekitar Rp 23,63 triliun dari posisi Februari lalu yang merupakan rekor tertinggi nilai kredit mubazir, sebesar Rp 495,59 triliun.
Para bankir sendiri tak terlalu kaget dengan hasil ini. Pasalnya, sesuai siklus, kinerja kredit, baik itu penyaluran kredit baru maupun pemanfaatan fasilitas kredit, baru mulai ramai menginjak kuartal dua dan kuartal-kuartal selanjutnya.
"Awal tahun pemanfaatan fasilitas kredit biasanya masih kecil. Menginjak kuartal dua dan seterusnya, baru mulai ramai dan banyak," ujar Direktur Utama BNI Gatot M. Suwondo.
Selain faktor siklus, menyusutnya kredit mubazir ini karena kegiatan sektor riil mulai menggeliat. Para pengusaha yang memiliki fasilitas kredit di perbankan pun mulai memanfaatkannya untuk ekspansi bisnis mereka.
"Pemanfaatan fasilitas kredit banyak dipengaruhi kondisi makro ekonomi," terang Direktur Keuangan BRI Sudaryanto Sudargo, Minggu (16/5).
Penyumbang terbesar kredit mubazir umumnya adalah kredit investasi. Di mana penarikannya lebih banyak mengikuti perkembangan kemajuan proyek yang dibiayai tersebut.
Dus, jika proyeknya masih belum maju, bank tidak bisa serta merta melepas sisa komitmen.
Pelaku sektor riil juga setali tiga uang. Ketika prospek usaha masih suram, mereka memutuskan untuk menunda dulu penarikan fasilitas kredit yang sudah dimilikinya.
Kendati sudah mulai susut, kenyataannya proporsi kredit mubazir ini masih cukup tinggi, yakni sebesar 32,41% dari total penyaluran kredit. BI mencatat, penyaluran kredit bank di kuartal satu mencapai Rp 1.456,114 triliun. Lazimnya, kredit mubazir bank hanya sebesar 20% dari total kredit bank.
Tren melejitnya kredit mubazir sendiri, dimulai sejak awal tahun 2010 ini. Per Januari nilainya mencapai Rp 480,169 triliun. Bulan Februari nilainya melesat menjadi Rp 495.59 triliun, dan kemudian menyusut kembali per Maret menjadi Rp 471,96 triliun.
BI sebelumnya sempat melontarkan keheranannya atas pelonjakan kredit mubazir tersebut. Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Halim Alamsyah menilai, penyebab melonjaknya kredit mubazir karena bank-bank kini semakin agresif dalam menyalurkan kredit untuk mengikat debitur supaya tidak direbut oleh bank pesaingnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News