Reporter: Christine Novita Nababan |
JAKARTA. Biro Pembiayaan dan Penjaminan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) melansir, industri pembiayaan atawa multifinance berhasil mengantongi laba sebesar Rp 3,1 triliun hingga kuartal pertama 2011. Pencapaian itu berarti telah melampaui 25% dari total keuntungan industri sepanjang tahun lalu yang berkisar Rp 11,6 triliun.
Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan Bapepam-LK M Ihsanuddin mengklaim pertumbuhan laba ditopang oleh kenaikan pendapatan. Hal itu tecermin dari peningkatan omzet industri sejak awal tahun ini, yakni dari Rp 4,8 triliun pada Januari 2011 menjadi Rp 8,2 triliun pada Februari 2011 dan mencapai Rp 12,6 triliun pada bulan berikutnya.
Kontribusi pendapatan operasional tercatat mendominasi total omzet industri sebesar Rp 11,7 triliun. Sisanya, berasal dari pendapatan non operasional yang cukup imut-imut. “Dengan total beban usaha mencapai Rp 9,5 triliun per kuartal pertama tahun ini,” terang Ihsanuddin, akhir pekan lalu.
Kinerja kinclong ini, sambung dia, secara otomatis telah mengerek total aset industri multifinance menjadi sebesar Rp 245,1 triliun. Peningkatan ini menyentuh angka tertinggi sepanjang sejarah setelah tahun sebelumnya berhasil membukukan aset mencapai Rp 230,3 miliar.
Optimisme masih cerahnya industri multifinance di sepanjang tahun ini juga ditandai dengan pertumbuhan piutang pembiayaan sekitar 32,6% atau menjadi Rp 197,9 triliun dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya dengan motor utama berasal dari lini bisnis pembiayaan konsumen.
Segmen pembiayaan konsumen yang dimaksud adalah kredit kendaraan roda empat, roda dua dan perangkat elektronik. Diikuti, bisnis sewa guna usaha, anjak piutang dan usaha kartu kredit. Kondisi ini sekaligus mematahkan spekulasi sejumlah pelaku industri yang sebelumnya terlalu berhati-hati dalam membidik pertumbuhan bisnis tahun ini.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Wiwie Kurnia, sebelumnya meramal, pertumbuhan industri multifinance tahun ini bakal mencapai 20%. Namun, hitung punya hitung, target itu masih jauh lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 32%.
Sebetulnya, strategi pertumbuhan yang tidak terlalu agresif tersebut lantaran pelaku industri lebih memprioritaskan menjaga kualitas pertumbuhan. “Artinya tetap berhati-hati memilih konsumen agar pertumbuhan bisnis tidak diikuti dengan kenaikan non performing loan (NPL) tetap rendah,” imbuh Wiwie.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News