Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penempatan investasi dana pensiun (dapen) di instrumen saham tercatat menurun. Berdasarkan data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total penempatan investasi dana pensiun gabungan di saham mencapai Rp 24,64 triliun per Januari 2025.
Nilai itu menurun sebesar 12,56%, jika dibandingkan per Januari 2024 yang sebesar Rp 28,18 triliun.
Mengenai hal itu, Dana Pensiun BCA (DPBCA) menilai, penurunan alokasi pada instrumen saham yang terjadi baru-baru ini merupakan langkah yang diambil sejumlah dana pensiun untuk mengurangi risiko di tengah kondisi pasar modal yang masih bergejolak.
Baca Juga: Saham Kurang Untung, ADPI Sarankan Dapen Ambil Alternatif Investasi ke SBN dan SRBI
Direktur Utama Dapen BCA Budi Sutrisno mengatakan, investasi yang dialihkan dari saham umumnya ditempatkan pada instrumen yang lebih stabil, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor pendek hingga menengah, yang menawarkan imbal hasil stabil dan risiko yang lebih terkendali.
"Selain itu, beberapa dapen juga menambah alokasi pada instrumen dengan likuiditas tinggi, seperti deposito dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai langkah antisipasi terhadap kebutuhan pencairan dana dalam jangka pendek," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (20/3).
Lebih lanjut, Budi menyampaikan penempatan di SBN saat ini masih menjadi salah satu komponen dominan dalam portofolio investasi dapen. Adapun porsi penempatan SBN pada umumnya memenuhi ketentuan minimal 30% sesuai regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dia bilang berdasarkan data, posisi penempatan dapen di SBN per Februari 2025 sebesar 37,46% terhadap total investasi. Alokasi itu mencerminkan strategi yang lebih defensif untuk menjaga stabilitas kinerja investasi sekaligus memastikan ketersediaan likuiditas yang memadai.
Baca Juga: Meski Pasar Modal Tertekan, Dapen Masih Proyeksikan Pertumbuhan Return Tahun Ini
Terkait kenaikan yield atau imbal hasil SBN yang terjadi belakangan ini, Budi menilai hal itu memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap strategi investasi dapen.
Di satu sisi, kenaikan yield menciptakan peluang bagi dapen untuk memperoleh potensi imbal hasil yang lebih menarik melalui penempatan dana pada SBN yang baru diterbitkan.
"Hal itu menjadi pilihan yang cukup rasional mengingat instrumen tersebut menawarkan pendapatan yang stabil di tengah kondisi pasar yang tidak menentu," tuturnya.
Namun, Budi berpendapat kenaikan yield SBN juga berpotensi menurunkan nilai pasar dari obligasi yang telah dimiliki sebelumnya, terutama pada obligasi dengan tenor panjang.
Untuk memitigasi risiko itu, dia bilang sebagian dapen cenderung lebih memilih menambah alokasi pada SBN dengan tenor pendek hingga menengah, karena durasi yang lebih singkat cenderung lebih tahan terhadap fluktuasi harga akibat perubahan yield.
Baca Juga: Dapen BCA: Pembayaran Manfaat Pensiun Naik 19% YoY hingga Desember 2024
"Melalui pendekatan itu, dapen berupaya memanfaatkan peluang dari kenaikan yield SBN secara optimal sambil tetap menjaga stabilitas portofolio investasi di tengah ketidakpastian pasar," kata Budi.
Sebagai informasi, berdasarkan data OJK, investasi dapen secara gabungan di instrumen SBN tercatat makin meningkat. Adapun investasi dapen di instrumen SBN tercatat meningkat 8,7% menjadi Rp 138,47 triliun per Januari 2025, dari posisi per Januari 2024 yang sebesar Rp 127,39 triliun.
Selanjutnya: Begini Strategi Electronic City Indonesia (ECII) untuk Kerek Pendapatan di Tahun Ini
Menarik Dibaca: Promo Roti O Tiap Senin-Jumat, Beli 5 Roti Hanya Rp 50.000 Plus Peluang Umroh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News