Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Langkah berat masih menghantui kinerja PT Bank Danamon Indonesia Tbk sampai akhir tahun 2014. Laba bank berkode saham BDMN susut sebesar 35,64% dibandingkan pencapaian akhir 2013.
Per 31 Desember 2014, perolehan laba bersih Bank Danamon setelah pajak Rp 2,6 triliun. Nilainya susut dibandingkan perolehan laba perusahaan per 31 Desember 2013 yang sebesar Rp 4,04 triliun.
Laba Bank Danamon banyak terimbas juga dengan aturan tarif asuransi kendaraan yang berdampak pada pendapatan anak usahanya di bidang otomotif seperti Adira Finance.
Jika mengenyampingkan penerapan peraturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Surat Edaran nomor SE-06/D.05/2013 tentang Asuransi Kendaraan tersebut, laba bersih normalized Bank Danamon susut sebesar 14,6% menjadi Rp 3,45 triliun.
Telah selama dua tahun ini, Bank Danamon mengayun langkah berat. Pada akhir 2013, laba Bank Danamon mengalami pertumbuhan hanya sebesar 1% dari laba per akhir 2012 yang sebesar Rp 4 triliun menjadi Rp 4,04 triliun.
Direktur Keuangan Bank Danamon, Vera Eve Lim mengungkapkan, penurunan laba perseroan disebabkan oleh dua hal. Pertama, adanya biaya restrukturisasi berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang harus dikeluarkan perseroan sebesar Rp 390 miliar.
Menurut Vera, biaya restrukturisasi ini menjadi bagian dari transformasi bank dan akan berdampak baik kedepannya bagi perseroan. Biaya restrukturisasi ini akan membuat lebih produktif dan lebih efisien. Pencatatan biaya restrukturisasi ini dilakukan pada tahun 2014 dan berdampak kepada laba bersih yang dicatatkan perseroan.
Kedua adalah komisi asuransi perolehan Adira Finance yang dicatatkan secara bertahap. Vera bilang, berdasarkan aturan, pencatatan fee income komisi asuransi ini dilakukan secara bertahap setiap tahunnya, sehingga masih ada pendapat komisi asuransi sebesar Rp 724 miliar yang belum bisa dibukukan sebagai penghasilan oleh Bank Danamon.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Danamon, Henry Ho mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lamban pada tahun 2014 dimana harga minyak dan harga komoditas lainnya menurun serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 200 basis poin selama lebih kurang 18 bulan menjadi 7,75%.
Kondisi tersebut, menurut Henry, berdampak pada industri perbankan yang mengalami perlambatan pertumbuhan kredit dan juga kenaikan suku bunga sehingga memberikan tantangan bagi industri perbankan dalam meneruskan tingkat profitabilitas pada level yang memuaskan.
"Dengan latar belakang ini, Bank Danamon menjaga landasan yang kuat untuk pertumbuhan kedepannya dengan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga yang sehat dan permodalan yang cukup," ucap Henry Ho di Jakarta, Kamis (29/1).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News