Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meningkatnya risiko likuiditas perbankan di tengah pandemi Covid-19 membuat industri perbankan harus memutar otak agar tetap bisa memenuhi kebutuhan nasabah sekaligus berekspansi walau terbatas. Bagi sebagian besar bank besar, tentunya ekses likuiditas jauh lebih jumbo dibandingkan bank kecil yang kapasitas likuiditasnya terbatas.
Meski begitu, beberapa bank kecil yang dihubungi Kontan.co.id mengatakan saat ini justru menjadi momentum untuk memperbaiki pengelolaan likuiditas. Salah satunya dilakukan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut). Sekretaris Perusahaan Bank Sumut Syahdan Siregar tidak menampik kalau risiko pengetatan likuiditas memang menghantui perbankan.
Baca Juga: Emiten LQ45 masih ada yang membagikan dividen, begini prospeknya
Namun, menurut catatan perseroan saat ini kondisi likuiditas masih terbilang aman. Tercermin dari rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) yang masih sebesar 66,6%. Pun, adanya risiko tersebut tak membuat bank Sumut gencar untuk berekspansi kredit.
"Agar tetap ekspansif, kami membentuk strategi pemasaran kredit multi guna bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dengan aplikasi online dan menyalurkan kredit SPK (Surat Perintah Kerja)," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (16/6).
Tetapi di sisi lain, penyaluran kredit perseroan di tahun ini tidak akan terlalu deras. Melihat kondisi perekonomian yang masih dalam tahap transisi kenormalan baru (new normal) pihaknya justru memproyeksi kredit bakal tumbuh negatif. "Bisnis bank diproyeksikan ke depan minus 4% pada Desember 2020," singkatnya.
Hal ini disebabkan oleh lebih difokuskannya upaya penyelamatan debitur alias restrukturisasi kredit di segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 tahun 2020. Menurutnya, bila kondisi likuiditas dan kualitas kredit sudah stabil tentunya perseroan akan lebih injak gas.
Baca Juga: Komitmen KB Kookmin Bank bisa jadi angin segar bagi likuiditas Bank Bukopin
Catatan saja, realisasi kredit Bank Sumut di kuartal I 2020 belum terlalu cemerlang alias baru tumbuh 0,03% secara year to date. Hanya saja, pada kuartal pertama tahun lalu Bank Sumut masih berhasil mencetak laba bersih Rp 545 miliar atau meningkat 8,3% secara year on year (yoy).
Sementara itu, PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) mengaku saat ini pihaknya justru memiliki over liquidity alias kelebihan likuiditas. Hal ini tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) perseroan yang berada di kisaran 63% jauh dari rata-rata industri yang sekarang sudah 90% lebih.
Ke depan, Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu justru meramal likuiditas bakal melonggar. Penyebabnya, hampir mayoritas perbankan saat ini mengerem rencana ekspansi kredit. "Likuiditas di pasar kami lihat masih longgar karena penyaluran kredit juga agak terhambat dengan masalah Covid-19," katanya.
Pihaknya pun saat ini tengah menyusun strategi agar dapat tetap menyalurkan kredit agar rasio likuiditas menjadi lebih stabil. Adapun, bank yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Grup Salim ini memproyeksikan kredit hanya tumbuh satu digit, yakni di kisaran 7%-9% saja.
Baca Juga: Dihadang wabah corona, bank syariah ikut bersiasat
Sebagai tambahan informasi saja, per Maret 2020 Bank Ina Perdana tercatat telah menyalurkan kredit sebesar Rp 2,58 triliun atau tumbuh sekitar 53% secara year on year (yoy). Hal tersebut juga berhasil membawa pertumbuhan aset Bank Ina Perdana ke level Rp 5,09 triliun atau naik 24% secara tahunan.
Pertumbuhan aset juga ikut disertai oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 36% yoy per Maret 2020 menjadi Rp 3,78 triliun. Meski begitu, dari sisi laba bersih masih tumbuh stagnan yakni hanya Rp 2 miliar di kuartal I 2020 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News