Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Industri perbankan makin optimis menargetkan pertumbuhan kartu kredit tahun ini setelah Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan mengurungkan niat untuk meminta data-data nasabah kartu kredit.
Direktur Utama PT Bank OCBC Tbk Parwati Surjaudaja misalnya yang menyebut ada atau tidaknya keputusan oleh regulator untuk meminta data nasabah kartu kredit perseroan pihaknya tetap menarget kartu kredit dapat tumbuh mencapai 15% tahun ini.
Meski begitu, Parwati mengatakan jika berkaca pada tahun 2016 silam, pihaknya juga telah memberikan data nasabah kepada pihak Ditjen Pajak serta melakukan sosialisasi kepada seluruh nasabah kartu kredit perseroan. Hasilnya, meski hanya di bawah 5%, jumlah nasabah kartu kredit perseroan sempat mengalami penurunan.
"Ini bukan hal baru sebenarnya, sejak tahun lalu sudah kami ketahui dan disiapkan, tapi dengan suksesnya tax amnesty, rasanya tidak akan berdampak banyak jika diterapkan atau tidak pelaporan tersebut," katanya kepada KONTAN, Minggu (2/4). Lebih lanjut, Parwati mengatakan pihaknya menyebut dari segi outstanding pihaknya juga mematok pertumbuhan sama seperti tahun lalu yakni mencapai 18%.
Senada dengan Parwati, Direktur Utama PT Bank Bukopin Tbk, Glen Glenardi mengatakan lewat pengumuman yang diberikan oleh Ditjen Pajak ada kemungkinan nasabah kartu kredit perseroan terpengaruh hanya saja penurunan bisa terjadi dari segi transaksi. "Pengaruh tetap akan ada, nasabah pengguna kartu kredit pasti khususnya yang platinum, pasti jadi membatasi transaksi," ujar Glen.
Pihaknya menilai, langkah yang diambil oleh petugas pajak dalam hal ini adalah untuk mengincar nasabah dengan tingkat transaksi besar dan berpenghasilan besar sebagai acuan untuk menambah jumlah wajib pajak. Kendati demikian, pengaruh tersebut dinilai sangat kecil dan tidak akan berdampak banyak bagi bisnis perseroan.
Bahkan, bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Bosowa Corporindo ini tetap mematok pertumbuhan kartu kredit mencapai 30% di penghujung tahun ini. "Tahun lalu kartu kredit Bukopin tumbuh 28,49%, tahun ini mungkin mencapai 30%," imbuhnya.
Sebagai informasi saja, bank berkode emiten BBKP ini masih mengandalkan kartu kredit sebagai mesin penghasil pendapatan berbasis fee atau fee based income terbesar atau sebesar 65,92% dari keseluruhan fee based income.
Tercatat per akhir tahun 2016, fee based dari kartu kredit tumbuh 28,49% secara year on year (yoy) dari Rp 717,72 miliar pada akhir tahun 2015 menjadi Rp 922,88 miliar di akhir tahun lalu. Sementara dari rincian kredit perseroan, tercatat kartu kredit juga tumbuh mencapai 39,07% secara yoy menjadi sebesar Rp 3,43 triliun.
Adapun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga yakin transaksi kartu kredit tetap akan tumbuh secara agresif di tahun ini mengingat potensi di sektor ini masih sanngat besar. "Target kami tidak berubah, saat ini rata-rata pertumbuhan kartu kredit di BRI sekitar 30% per tahun" ujar EVP Credit Card BRI, Mohammad Helmi saat dihubungi KONTAN.
Asal tahu saja, tahun 2017, BRI menargetkan transaksi kartu kredit dapat mencapai Rp 10 triliun. Tahun lalu, BRI mencatat total transaksi sebesar Rp 7 triliun. Sementara, pertumbuhan tahun ini diharapkan dapat naik sebesar 20% hingga 25%.
Sementara itu, pemain besar kartu kredit lain seperti PT Bank CIMB Niaga menyambut positif langkah yang diambil oleh Ditjen Pajak untuk tidak menagih data nasabah kartu kredit bank.
Direktur Retail CIMB Niaga, Lani Darmawan menyebut dengan dicabutnya keputusan tersebut pihaknya justru optimis kartu kredit CIMB Niaga dapat tumbuh sama dengan tahun lalu yakni mencapai 25%. "Ditjen Pajak telah resmi menyatakan data kartu kredit tidak diminta, bagi kami bisnis bisa berjalan seperti biasa," katanya. Sementara untuk volume transaksi kartu kredit, bank milik investor Malaysia ini menarget dapat tumbuh 10% pada tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News