Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta memutuskan menggugurkan banding yang dilakukan Pembanding I (Tergugat I) Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pembanding II (Tergugat II) Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono pada 22 April 2024.
Banding tersebut dilakukan pihak OJK atas putusan PTUN Jakarta sebelumnya yang mengabulkan gugatan Penggugat, yakni Penggugat I PT Duta Makmur Sejahtera dan Penggugat II Michael Steven, terhadap Tergugat I Dewan Komisioner OJK dan Tergugat II Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK terkait perkara cabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life). Adapun nomor perkaranya, yakni 475/G/2023/PTUN.JKT.
Berdasarkan data SIPP PTUN Jakarta, putusan banding ditetapkan pada 14 Juni 2024. Adapun nomor putusan banding 238/B/2024/PT.TUN.JKT.
Amar putusan menerangkan majelis hakim PTTUN Jakarta menerima permohonan banding dari Pembanding I dan Pembanding II. Selain itu, menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 475/G/2023/PTUN.JKT pada 22 Februari 2024 yang dimohon banding, serta menghukum Pembanding I dan Pembanding II untuk membayar biaya perkara yang dalam tingkat banding sebesar Rp 250 ribu.
Artinya, putusan PTUN Jakarta terkait pembatalan cabut izin usaha Kresna Life tetap berlaku dan diperkuat. Dengan demikian, OJK dinyatakan kalah banding atas kasus Kresna Life.
Baca Juga: Pembatalan Pencabutan Izin Kresna Life jadi Preseden Buruk bagi Industri Asuransi
Ketua Tim Likuidasi Kresna Life Huakanala Hubudi turut angkat bicara mengenai putusan tersebut. Dia mengatakan sebagai Tim Likuidasi sangat menghargai proses hukum yang tengah berjalan.
Huakanala menyebut putusan banding belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) karena masih ada upaya hukum lanjutan yang dilakukan OJK, yakni kasasi.
"Artinya, proses likuidasi masih berjalan sesuai prosedur yang berlaku. Di sisi lain, Tim Likuidasi dibentuk berdasarkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) juga, sehingga memiliki dasar hukum yang terpisah dengan putusan banding tersebut," kata Huakanala kepada Kontan, Selasa (25/6).
Huakanala menegaskan proses likuidasi masih berjalan hingga saat ini. Dia bilang tim likuidasi masih mencari aset-aset yang ada dari Kresna Life.
"Semoga kami bisa melakukan yang terbaik buat semua pihak, terutama pemegang polis," ujarnya.
Secara terpisah, Pengamat Sektor Keuangan sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mempertanyakan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta yang menggugurkan banding OJK atas keputusan PTUN Jakarta soal pencabutan izin usaha Kresna Life.
Budi mempertanyakan putusan PTTUN tersebut karena bos Kresna Life, Michael Steven, justru bisa menggugat OJK di tengah statusnya yang masih tersangka. Padahal, dia tengah dikejar OJK untuk membayar ganti rugi atas gagal bayar korban Kresna Life. Alhasil, dia menganggap putusan PTTUN itu jelas akan merugikan pemerintah dan pemegang polis.
“Patut dipertanyakan, polisi belum melakukan aksi tangkap dia, sedangkan pada saat yang sama pengadilan berpihak kepada dia. Tidak masuk akal,” kata Budi, Senin (24/6).
Menurutnya, keputusan tersebut tak hanya merugikan pemerintah, tetapi juga masyarakat. Dia mengatakan yang dilakukan OJK hanya untuk menjalankan tugasnya, yakni terkait pengawasan dan perlindungan kepada para nasabah.
Sebelumnya, Bareskrim Polri pada September 2023 telah menetapkan Michael Steven sebagai tersangka kasus gagal bayar di perusahaan terafiliasi PT Kresna Sekuritas. Adapun kasus gagal bayar investasi ada di PT Kresna Sekuritas, PT Pusaka Utama Persada (PUP), dan PT Makmur Sejahtera Abadi (MSA).
Ketiga perusahaan tersebut berada di bawah kendali Michael sebagai penerima manfaat akhir.
Disebutkan Michael mengarahkan Kresna Sekuritas memfasilitasi pencarian pendanaan oleh PUP dan MSA melalui penawaran program equity link agreement serta jual beli gadai saham ke nasabah. Program itu diketahui telah berlangsung sejak 2017 dan meraup dana sebanyak Rp 337,40 miliar.
Baca Juga: OJK Kalah dalam Banding Terkait Kasus Kresna Life, akan Tempuh Upaya Hukum Lanjutan
Budi Frensidy menilai keputusan OJK untuk mencabut izin Kresna Life sudah berdasarkan perhitungan laporan keuangan. Menurutnya, pembatalan pencabutan izin Kresna Life justru menjadi preseden buruk bagi industri asuransi.
Dia bilang Kresna Life juga sebenarnya sudah diberikan kelonggaran oleh OJK sebelum pencabutan izin. Kenyataannya, pemegang saham pengendali perusahaan itu tidak merealisasikan kesempatan tersebut secara optimal.
Budi menjelaskan nasabah juga makin dirugikan dengan batalnya pencabutan izin Kresna Life. Adapun kondisi keuangan Kresna Life sudah sangat memburuk, ditandai dengan solvabilitas yang tidak mencapai 100% dan Risk Based Capital (RBC) yang jauh di bawah 120%.
"Namun, pemilik Kresna Life justru mengajukan penerbitan subordinated loan (SOL) yang tidak disetujui oleh pemegang polis. Dengan demikian, pemegang saham tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi ketentuan menyehatkan perusahaan," kata Budi.
Mengenai putusan PTTUN tersebut, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pihaknya menghormati keputusan majelis hakim PTUN Jakarta atas hasil banding OJK terhadap gugatan PT Duta Makmur Sejahtera dan Michael Steven.
Dia menegaskan, OJK berencana melakukan upaya hukum lanjutan. "OJK akan menempuh upaya hukum yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku," ungkapnya kepada Kontan.
Ogi menerangkan putusan OJK untuk mencabut izin usaha Kresna Life sudah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku dan bertujuan untuk melindungi konsumen.
Dia menyebut pengawas sudah memberikan kesempatan berkali-kali agar Pemegang Saham menyampaikan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK), tetapi tidak dapat dilakukan sesuai ketentuan.
Dengan pernyataan itu, artinya OJK masih berpotensi mengambil langkah hukum lanjutan. Kemungkinan besar melalui pengajuan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA) untuk tahap akhir, sebelum putusan itu berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News