Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kondisi finansial global yang masih tidak menentu membuat bank semakin berhati-hati dalam melangkah. Apalagi, dua hari lalu, Gubernur Bank Indonesia (BI) memberi sinyal bahwa masalah finansial global ini baru akan pulih dalam jangka waktu menengah. Dalam pengamatan bank sentral, likuiditas global baru akan pulih dua tahun mendatang. Sedangkan volatilitas likuiditas setidaknya masih akan terjadi dalam enam bulan ke depan.
Dengan likuiditas yang sedang ketat-ketatnya, bank-bank rupanya masih mengandalkan pendanaan dari nasabah alias Dana Pihak Ketiga (DPK). "Saat ini, yang paling diharapkan dari DPK," kata Direktur Utama PT Bank Windu Kentjana Muchlis Haroen, hari ini (6/10).
Sebaliknya, sumber pendanaan valuta asing melalui obligasi atau pinjaman luar negeri sedang dikesampingkan. Direktur Utama PT Bank Mega Tbk Yungki Setiawan bilang, "Kami mengandalkan DPK. Kalau saat ini, mencari dana dengan obligasi akan sulit. Tapi, tetap menjadi alternatif."
Selain itu, bank-bank juga akan berpegang pada prinsip kehati-hatian atau prinsip prudensial yaitu menjaga pertumbuhan kredit seimbang dengan likuiditas. Kehati-hatian ini juga berlaku bagi pertumbuhan kredit valas dan likuiditas valas.
"Yang penting berhati-hati menjaga kredit dan likuiditas," kata Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Abdul Salam, Senin (6/10). Dia mengaku, saat ini, BRI masih mempunyai likuiditas yang memadai untuk mengakomodasi permintaan kreditnya. Namun, dengan kondisi seperti ini, BRI memilih untuk mengerem pertumbuhan kreditnya.
Caranya, BRI lebih memilih-milih kredit korporasi yang akan dikucurkan. Namun, BRI tetap akan fokus pada kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sayang, BRI masih belum mau membocorkan pertumbuhan kredit kuartal ketiga ini. Pada Juni lalu, pertumbuhan kredit BRI masih sebesar 30%. Saat ini, rasio kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) alias loan to deposit ratio (LDR) BRI sudah mencapai 85%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News