Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat perbankan di Amerika Serikat (AS) mengalami pengetatan likuiditas, Bank Indonesia (BI) justru menyebut likuiditas perbankan dan perekonomian memadai untuk mendorong berlanjutnya peningkatan kredit/pembiayaan.
Mengutip Bloomberg pada Jumat (17/3), industri perbankan AS meminjam likuiditas dari dua fasilitas bank sentral The Fed senilai US$ 164,8 miliar dalam sepekan terakhir. Ini menandakan ketegangan pendanaan yang meningkat pasca kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB). Ini menjadi rekor tertinggi sejak krisis 2008.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi mencapai 29,09% hingga Februari 2023. Perkembangan ini sejalan dengan stance kebijakan likuiditas yang akomodatif oleh Bank Indonesia guna mendukung ketersediaan dana bagi perbankan untuk penyaluran kredit/pembiayaan bagi dunia usaha.
Baca Juga: Begini Prediksi Pergerakan Rupiah Jelang Akhir Pekan
“Likuiditas perekonomian juga memadai dalam mendukung kegiatan ekonomi, tecermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang masing-masing tumbuh sebesar 6,6% (yoy) dan 7,9% (yoy) pada Februari 2023,” ujar Perry secara virtual pada Kamis (16/3).
Ia melanjutkan, dengan longgarnya likuiditas, suku bunga perbankan tetap kondusif mendukung pemulihan ekonomi. Di pasar uang, suku bunga IndONIA tetap rendah, yang tercatat 5,53% pada 15 Maret 2023.
Sedangkan Imbal hasil surat berharga negara (SBN) tenor jangka pendek meningkat 50 bps dibandingkan dengan level pada akhir Desember 2022, sementara imbal hasil SBN tenor jangka panjang tetap terkendali.
“Suku bunga deposito 1 bulan pada Februari 2023 juga tercatat rendah 4,12%, meskipun meningkat 15 bps dibandingkan dengan Desember 2022. Suku bunga kredit Februari 2023 juga tetap kondusif mendukung permintaan kredit, yakni 9,34%,” papar Perry.
Baca Juga: Begini Prediksi Pergerakan Rupiah Jelang Akhir Pekan
Ia menyatakan BI akan terus memastikan kecukupan likuiditas untuk terjaganya stabilitas sistem keuangan serta mendorong berlanjutnya peningkatan kredit/pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Adapun Lembaga Penjamin Simpanan dalam Laporan Likuiditas Februari 2023 memproyeksikan pertumbuhan kredit akan meningkat secara bertahap pasca pencabutan kebijakan PPKM. Sejalan dengan hal tersebut, dana pihak ketiga diperkirakan masih akan tumbuh meski dengan laju lebih lambat.
LPS menyebut ketersediaan likuiditas bank masih cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan penyaluran kredit yang diprediksi meningkat sepanjang tahun 2023. Sementara itu penyaluran kredit bank tetap akan dilakukan secara selektif dan prudent sebagai mitigasi risiko kredit baru.
LPS menilai perpanjangan kebijakan kredit restrukturisasi secara targeted oleh OJK hingga 2024 diharapkan dapat mengurangi tekanan pada kinerja kredit dan memberikan ruang efisiensi tambahan bagi bank. Penguatan permodalan dengan penerapan modal inti minimum diharapkan dapat menjadi katalis tambahan bagi daya tahan perbankan dalam jangka panjang.
Baca Juga: ECB Tetap Mengerek Suku Bunga Meski Ada Gejolak Perbankan
Adapun BI mencatatkan pertumbuhan kredit perbankan Februari 2023 kembali naik pada seluruh sektor ekonomi, yakni dari 10,53% year on year (yoy) pada Januari 2023 menjadi 10,64% yoy di Februari.
“Pembiayaan pada perbankan syariah juga tumbuh lebih tinggi mencapai 20,13% yoy pada Februari 2023. Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit juga terus berlanjut, khususnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah mencapai Rp5,87 triliun hingga akhir Februari 2023,” papar Perry.
Lanjutnya, kredit dan pembiayaan yang tinggi didorong oleh tersedianya sisi penawaran sejalan dengan kondisi likuiditas yang memadai dan standar penyaluran kredit/pembiayaan perbankan yang longgar.
Sementara dari sisi permintaan, kenaikan kredit/pembiayaan ditopang oleh permintaan korporasi termasuk UMKM dan konsumsi rumah tangga yang terus membaik.
Baca Juga: BI Catat Kredit Perbankan Tumbuh 10,64% Pada Februari 2023
“Di samping kebijakan likuiditas longgar yang ditempuh Bank Indonesia, peningkatan kredit/pembiayaan juga didukung insentif Makroprudensial berupa pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit kepada sektor prioritas dan inklusif. Bank Indonesia akan terus mendorong perbankan untuk meningkatkan intermediasi guna mendukung pemulihan ekonomi,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News