Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan bunga The Fed telah membuat likuiditas valuta asing perbankan mengetat. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit valas perbankan mencapai Rp 932,61 triliun hingga Agustus 2022. Nilai ini meningkat 16,71% secara tahunan alias year on year (YoY) dari posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp 799,05 triliun.
Sedangkan himpunan dana pihak ketiga (DPK) valas hanya tumbuh 11,84% YoY dari posisi Rp 990,67 triliun di Agustus 2021 menjadi Rp 1.107,94 triliun di delapan bulan pertama 2022. Bahkan, kondisi ini semakin mengetat di September 2022.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan kredit valas di September tumbuh 18,1%, sementara DPK hanya naik 8,4%. Ia menyatakan, bila hanya melihat sumber valas dari DPK saja makan likuiditas valas terkesan terbatas.
“Tapi kalau kita lihat sumber pendanaan dari bank terkait valas itu variasi. Ada berupa pinjaman maupun penerbitan surat berharga. Bahkan surat berharga negara (SBN) yang dimiliki oleh perbankan bisa dilakukan repo untuk dapatkan valas,” ujarnya.
Baca Juga: Dongkrak Bisnis Internasional, BNI Tokyo Kucurkan Pembiayaan Bagi Diaspora di Jepang
Sejauh ini, ia mengaku bank sentral terus mengamati perkembangan likuiditas valas. BI akan melakukan intervensi pasar bila ternyata supply valas di pasaran semakin terbatas.
“Kalau memang benar kalau supply-nya terbatas di pasar itu, kita berusaha stabilitaskan di pasar, karena kita punya fundamental dari rupiah itu sendiri,” tambahnya.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk juga mengakui permintaan kredit valas semakin deras saat ini. Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini menyatakan telah melakukan penyesuaian suku bunga simpanan valas dengan besaran 5 basis poin (bps) hingga 30 bps.
“Kita sudah sesuaikan rate kredit valas ini besarannya kisarannya 1% sampai 2%. Ini efektif berlaku sejak 1 Oktober 2022. Penyesuaian suku bunga khususnya deposito valas ini memang dibutuhkan untuk memenuhi tingginya permintaan kredit valas,” ujar Novita.
Adapun PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan secara aktif terus menjaga likuiditas valas untuk memenuhi kebutuhan transaksi dalam mata uang asing. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyatakan telah optimalisasikan pengelolaan likuiditas dengan melakukan kontrol melalui monitoring portfolio.
“Baik di sisi kredit maupun dana serta optimalisasi terhadap kredit valas yang dilakukan dengan selektif, terukur, dan dengan pricing yang sesuai. Hal ini bertujuan agar pengelolaan asset & liability dapat mencapai tujuan dalam mengontrol risiko likuiditas yang dihadapi, seiring dengan tren peningkatan suku bunga pasar dan kebutuhan ekspansi bisnis,” ujarnya kepada Kontan.co.id pada Kamis (25/10).
Ia menyatakan DPK valas Bank Mandiri masih berada pada level optimal dengan pertumbuhan sebesar 27,1% secara per Agustus 2022. Antara lain ditopang oleh pertumbuhan giro dan tabungan valas (CASA) yang tumbuh 26,5% secara YoY menjadi Rp 166,3 triliun pada akhir Agustus 2022.
Baca Juga: Penyaluran KPR/KPA Bank pada Kuartal III-2022 Masih Tumbuh Stabil
Sedangkan Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menyatakan loan to deposit (LDR) valas BRI terjaga pada level 59,67% pada Agustus 2022. Lantaran per Agustus 2022, DPK valas mengalami kenaikan sebesar 7,92% dibanding Juni 2022.
“CASA valas menjadi driver utama dalam kenaikan DPK valas BRI, dengan proporsi CASA valas mencapai 65,68% pada Agustus 2022. Angka ini meningkat dibandingkan dengan posisi CASA valas pada Agustus 2021 sebesar 50,06%,” paparnya.
Ia menyebut kebijakan The Fed yang hawkish mempengaruhi penyesuaian benchmark rate sehingga BRI tetap fokus mendorong pertumbuhan DPK valas. Penyesuaian suku bunga simpanan valas menyesuaikan potensi dan pertumbuhan kredit.
“Selain itu BRI senantiasa aktif sebagai market maker dalam memenuhi kebutuhan client, baik segmen ritel, korporasi maupun interbank,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News