Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam menjalankan fungsi intermediasi, perbankan membutuhkan dana untuk diputar menjadi kredit. Bank bisa menggunakan pendanaan melalui himpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun non DPK.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebut pendanaan non DPK ini bisa bank dapatkan bersumber dari kewajiban kepada bank lain, surat berharga yang diterbitkan, dan pinjaman diterima.
“Pada November 2022, sumber dana non DPK meningkat sebesar 29,50% year on year (YoY). Pencapaian ini lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 28,78% YoY,” mengutip laporan Likuiditas LPS bulan Januari pada Senin (30/1).
Pertumbuhan tersebut dikontribusikan dari kenaikan pinjaman diterima sebesar Rp 86,06 triliun dibanding tahun sebelumnya. Lalu kenaikan surat berharga yang diterbitkan dan kewajiban kepada bank lain masing-masing sebesar Rp 51,63 triliun dan Rp 6,50 triliun.
Baca Juga: Ini 6 Strategi yang Akan Dilakukan Pegadaian pada Tahun 2023
“Pendanaan non DPK perbankan diperkirakan akan terus meningkat. Hal ini diharapkan dapat menjadi alternatif sumber likuiditas sekaligus memenuhi peningkatan penyaluran kredit. Sentimen positif kinerja rentabilitas dan permodalan perbankan sepanjang tahun 2022 dapat menjadi faktor pendorong perbankan untuk meningkatkan akses ke pasar modal, tambah LPS.
Kendati demikian, LPS memprediksikan kenaikan suku bunga kebijakan global dan domestik saat ini perlu dicermati untuk memastikan biaya dana non DPK tidak membebani neraca bank dalam jangka panjang.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan berkisar 10% hingga 12% secara tahunan di 2023. Target itu lebih tinggi dari target kredit perbankan tahun lalu yang hanya naik di kisaran 9% hingga 11% YoY.
Adapun minat perbankan untuk menerbitkan surat utang alias obligasi masih cukup tinggi di tahun ini. Namun, bankir masih mengkalkulasikan likuiditas dan arah pergerakan suku bunga acuan yang akan berpengaruh terhadap kupon obligasi.
Memang, Bank Indonesia (BI) memastikan likuiditas perbankan akan tetap memadai di 2023. Adapun rasio likuiditas perbankan berdasarkan loan to deposit ratio (LDR) berada di level 80,94% per Oktober 2022.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB) menyatakan memiliki rencana untuk kembali merilis obligasi di 2023. Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi menyebut langkah ini diambil karena sudah ada surat utang yang bakal jatuh tempo tahun ini.
“Jadi penerbitan obligasi ini akan membantu Bank BJB dalam pemenuhan rasio likuiditas yang dipersyaratkan sekaligus me-refinancing obligasi yang akan jatuh tempo. Untuk nilainya sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun yang dapat diterbitkan sampai dengan 2025,” ujarnya kepada KONTAN pekan lalu.
Baca Juga: Bank Panin (PNBN) Siapkan Dana Pelunasan Obligasi Senilai Rp 3,9 Triliun
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk akan menerbitkan surat utang untuk mendukung kredit kriteria Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB). Direktur Treasury & International Banking, Panji Irawan menyatakan telah menyusun rencana bisnis bank (RBB) penerbitan obligasi berwawasan lingkungan (green bond).
“Surat utangnya mungkin dalam rupiah untuk green bond. Jumlahnya tidak banyak sekitar Rp 5 triliun,” ujar Panji.
Lanjut Panji, surat utang ini untuk mendukung likuiditas dalam mendukung inisiatif ESG. Ia menyatakan cocok dengan komitmen Bank Mandiri dalam menyalurkan kredit ke sektor berkelanjutan.
Hingga saat ini, Panji menyebut portofolio kredit terkait ESG menyumbang sekitar 24% dari total portofolio. Panji menjelaskan masih menunggu restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menunaikan rencana ini.