kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

LPS tak menjamin simpanan plus cashback tunai


Kamis, 27 Januari 2011 / 10:51 WIB
LPS tak menjamin simpanan plus cashback tunai


Reporter: Nurul Kolbi, Roy Franedya | Editor: Edy Can

JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akhirnya menegaskan, status nasabah yang menerima hadiah atau cashback dari perbankan. LPS tetap menjamin simpanan milik nasabah, asalkan hadiah yang diterima bukan uang tunai. Atau, jika berupa barang atau voucher, si nasabah tidak menerimanya secara rutin.

Penegasan ini tertuang dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 2/PLPS/2010 tentang program penjaminan simpanan. Lewat beleid yang dirilis pada Desember 2010 lalu ini, LPS hendak mengakhiri kesimpangsiuran status nasabah yang menerima hadiah secara tidak wajar dari bank. Yang dimaksud tidak wajar, nilai hadiah yang diterima melebihi bunga penjaminan LPS.

Pada aturan lama, kategori simpanan tak layak bayar masih bersifat umum. LPS hanya menetapkan simpanan tidak layak bayar apabila menerima bunga di atas LPS rate atau menerima keuntungan tidak wajar, sehingga ikut menyebabkan bank menjadi tidak sehat. Apa definisi menerima keuntungan tidak wajar, tidak terlalu jelas.

Kesimpangsiuran itu menimbulkan persoalan hukum. Contoh terakhir, kasus nasabah Bank IFI. LPS menolak membayar sebagian rekening karena menilai nasabah menerima hadiah secara berlebihan.

Di sisi lain, nasabah merasa tidak tahu bahwa menerima hadiah bisa menyebabkan simpanan menjadi tak layak bayar. Kasus itu hingga kini bergulir di pengadilan.

Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani menerangkan, cashback berupa uang tunai tidak dijamin karena LPS memperhitungkannya sebagai bunga. Sementara hadiah dari program penghimpunan dana, LPS menilainya sebagai biaya promosi, bukan bunga. "Kami akan mempersoalkan jika cashback berupa barang diberikan sebulan sekali," ujarnya, Rabu (26/1).

Direktur Ritel Banking Bank Mega Kostaman Thayib mengatakan, kebijakan ini tidak menyentuh akar persoalan. Pasalnya, permasalahan perbankan dalam pemberian cashback adalah tingginya biaya dana untuk mendapatkan dana masyarakat. "Harusnya yang diatur berapa besaran maksimal dari cost of fund," ujarnya. Tentu ini menjadi kewenangan BI.

Kostaman menilai, bila besaran cost of fund tak diatur, mungkin saja ada bank yang melakukan undian dalam jumlah besar sehingga membuat biaya membengkak. "Aturan ini sifatnya mengatur bagaimana cara bank berpromosi," tambahnya.

Wakil Direktur Utama Bank Jasa Jakarta Lisawati sependapat dengan Firdaus. Menurutnya, pemberian cashback dalam uang tunai harus dilarang karena mempengaruhi biaya dana secara langsung. Sementara, undian tidak akan memberatkan bank karena tidak semua nasabah akan memperoleh hadiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×