Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |
JAKARTA. Perjanjian kepemilikan saham antara DBS Group Holdings Ltd dan Fullerton Financial Holdings Pte. Ltd. berakhir per hari ini. Padahal, proses akuisisi DBS atas PT Bank Danamon Tbk (BDMN) belum juga rampung.
Hal tersebut tentunya mempengaruhi resiprokalitas yang Bank Indonesia (BI) minta ke Monetary Authority of Singapore (MAS). BI memperbolehkan kepemilikan 67% saham DBS di Danamon asalkan pihak MAS memuluskan jalan 3 bank Indonesia yakni PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) berekspansi di sana.
Meski DBS terancam mundur dari pengakuisisiannya terhadap Danamon tersebut, Mandiri merasa tetap optimis bisa mengembangkan bisnisnya di negara berlambang singa Merlion itu. "Saya rasa tidak terlalu berhubungan. Iya, ada asas resiprokal dengan MAS. Tapi kami terus saja berusaha peroleh izin untuk bisa beroperasi ritel lagi," ucap Direktur Keuangan Mandiri, Pahala Mansury, Kamis, (1/8).
Menurut Pahala, penerapan resiprokalitas ini semestinya tak bergantung hanya pada satu institusi saja. Pasalnya, terdapat kepentingan sistem perbankan Indonesia untuk bisa memperoleh kesempatan beroperasi di negara Asia Tenggara lainnya.
Ia menyoroti bahwa perbankan asing masih beroperasi cukup bebas di Indonesia saat ini. Padahal, perbankan Indonesia harusnya bisa mendapat posisi yang setara dengan perbankan di negara-negara lainnya.
Pahala beranggapan, BI sudah konsisten memperjuangkan asas resiprokal untuk perbankan Indonesia. Ia berharap, pihaknya akan terus bekerja sama dengan regulator untuk memegang prinsip resiprokalitas tersebut.
Mandiri pun masih akan berusaha keras untuk berekspansi penuh ke negara-negara luar. Ini misalnya saja Malaysia, Singapura, hingga Shanghai. "Kita terus jalan saja. Terlepas dari yang terjadi saat ini," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News