Reporter: Ferrika Sari | Editor: Ahmad Febrian
Menurut Agus,biasanya koperasi seperti itu, dalam proses penghimpunan dana menggunakan tenaga marketing profesional untuk menjerat banyak nasabah baru. Mereka mengiming-iming bunga tinggi. Selain bunga, nasabah juga ditawarkan cashback, hadiah-hadiah dan lainnya.
Dengan tawaran menggiurkan, nasabah rela berinvestasi dalam jumlah besar tanpa mengetahui bagaimana cara kerja koperasi. Misalnya saja, mereka tidak punya kartu tanda anggota serta tidak tercatat dalam daftar buku anggota koperasi. Mereka juga tidak pernah diundang untuk hadir dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) koperasi untuk pemilihan kepengurusan atau badan pengawas. Bahkan mereka tidak paham soal RAT.
“Nasabah juga tidak pernah mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang merupakan ciri dari usaha koperasi. Jadi nasabah tidak pernah merasa sebagai anggota karena tidak paham bahwa mereka menyimpan dananya di koperasi,” ungkap Agus, Jumat (5/6)/ Maka itu, koperasi yang menjalankan praktik shadow banking bisa terjerat delik tindak pidana perbankan sebagaimana pasal 46 Undang-undang (UU) Perbankan.
Jadi, selain investasi bodong, fintech ilegal, masyarakat juga harus waspada terhadap praktik shadow banking koperasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News