Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membentuk kelompok (klaster) pinjaman alias utang di berbagai perusahaan agar penjagaan kualitas kredit perbankan menjadi lebih terstruktur. Setidaknya, ada tiga klaster yang dibentuk oleh OJK berdasarkan jenis debitur, pertama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), perusahaan pelat merah atau BUMN dan perusahaan swasta.
Menariknya, dalam klaster BUMN ini Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam pertemuannya bersama pemimpin redaksi media massa menyebut seluruh utang BUMN akan masuk dalam satu klaster.
Baca Juga: MarkPlus Tourism memperluas jaringannya di asosiasi travel Asia Pasifik
Sederhananya, cara ini memudahkan OJK dan perbankan untuk mencari solusi bagi perusahaan BUMN yang kinerjanya tengah terganggu krisis kesehatan virus corona (Covid-19). Sekaligus mengumpulkan data-data debitur BUMN yang berpotensi menganggu kinerja bank.
Kontan.co.id mencatat ada beberapa perusahaan BUMN yang bisa saja kesulitan membayar utang yang jatuh tempo di 2020. Semisal PT Timah Tbk (TINS) yang pada tahun 2019 lalu mencatatkan penurunan kinerja lewat laba rugi bersih sebesar Rp 611,28 miliar.
Sementara itu, total utang TINS yang bakal jatuh tempo di tahun ini juga cukup jumbo yaitu mencapai Rp 8,79 triliun yang terbagi kepada bank-bank swasta maupun milik pemerintah.
Pun, beberapa diantaranya akan jatuh tempo dalam waktu dekat ini. Semisal, utang ke PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) cabang Eropa dan Hong Kong dengan jatuh tempo bervariasi mulai Februari, Mei, dan Juni 2020.
Utang ke BMRI ini merupakan utang modal kerja Rp 1,53 triliun dan US$ 85 juta akan jatuh tempo 28 Juni 2020. Utang ini memiliki bunga antara 3,5% sampai 8,6% per tahun.
Baca Juga: OJK siapkan beleid konsolidasi paksa akibat virus corona
Utang itu belum termasuk utang di Bank Mandiri cabang Hong Kong dan Eropa serta utang ke PT Bank Mandiri Syariah sebesar Rp 500 miliar.
Khusus utang Bank Mandiri Eropa untuk sebesar US$ 12 juta telah mendapatkan relaksasi berupa perpanjangan tenor. Jatuh tempo pinjaman ini dimundurkan 1 tahun ke 2 Februari 2021 dengan tingkat bunga 2,75%.
Menjawab hal tersebut, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan menegaskan sampai sejauh ini mayoritas debitur korporasi perseroan status kreditnya relatif lancar.
Tak terkecuali PT Timah Tbk. Menurutnya, sejauh ini debitur perseroan yakni TINS tidak memiliki tunggakan pembayaran. Pun, pembayaran kewajiban masih lancar sesuai tanggal jatuh tempo masing-masing kredit.
Melihat fakta ini menurut pengakuan Rully, perseroan belum punya rencana untuk merestrukturisasi kredit TINS. "Memang laporan 2019 ada penurunan kinerja, tetapi mereka sudah ada perbaikan di dalam model bisnisnya sehingga bisa menurunkan biaya produksi dan menaikkan profit margin di tahun 2020 ini," singkatnya kepada Kontan.co.id, Minggu (19/4).
Baca Juga: Di tengah pandemi, biaya dana perbankan malah diproyeksi menurun
TINS juga punya catatan utang ke bank swasta seperti PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Setidaknya, ada utang senilai Rp 1,5 triliun yang akan jatuh tempo pada 28 Juli 2020.
Sebelumnya, Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengaku sampai saat ini pihaknya masih mengkalkulasi kemampuan membayar masing-masing debiturnya.
"Perihal informasi tersebut, hingga jawaban ini disampaikan, perseroan belum bisa memberikan informasi detail," ujar Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim, Kamis (16/4).
Meski begitu, Bank BCA memberikan sinyal bahwa sejatinya kredit yang disalurkan oleh perusahaan terbilang prudent. Namun, Vera belum bisa merinci bagaimana status kredit TINS di tengah perlambatan ekonomi dan penurunan laba debiturnya tersebut.
"Pada dasarnya, dalam menjalankan bisnis operasional perbankan, BCA senantiasa berkomitmen untuk menyalurkan kredit secara prudent dan tetap mengkaji peluang serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian," imbuhnya.
Sebagai informasi saja, selain TINS ada pula beberapa perusahaan BUMN yang punya utang jatuh tempo tahun ini dengan nilai cukup besar. Seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang punya utang jatuh tempo US$ 500 juta.
Baca Juga: Hasil survei perbankan BI : Permintaan kredit baru melorot di kuartal pertama
Khusus April ini, emiten berkode saham GIAA memiliki utang jatuh tempo dari dua bank senilai US$ 152,28 juta. Kedua bank tersebut yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Permata Tbk.
Selain GIAA, ada juga PT Krakatau Steel Tbk yang baru saja merestrukturisasi utang senilai US$ 2 miliar. Nilai restrukturisasi itu sejatinya merupakan rekor yang tertinggi di Indonesia saat ini. Pun, ada 10 bank nasional yang terlibat dalam proses restrukturisasi atau upaya pemulihan kredit tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News