kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.375   -117,00   -1,56%
  • KOMPAS100 1.138   -21,48   -1,85%
  • LQ45 901   -19,17   -2,08%
  • ISSI 224   -2,25   -1,00%
  • IDX30 464   -11,08   -2,33%
  • IDXHIDIV20 561   -11,73   -2,05%
  • IDX80 130   -2,39   -1,80%
  • IDXV30 139   -1,92   -1,37%
  • IDXQ30 155   -2,88   -1,82%

Membongkar sindikat penipu nasabah bank hingga ke hulu


Selasa, 11 Oktober 2011 / 10:10 WIB
Membongkar sindikat penipu nasabah bank hingga ke hulu
ILUSTRASI. Dua pengendara melintas di Jalan Ngurah Rai di kawasan Taman Titi Banda, Denpasar, Bali, Jumat (15/5/2020). Cuaca besok di Jawa dan Bali cerah berawan hingga berawan juga hujan, menurut prakiraan BMKG.


Reporter: Nurul Qolbi |

Perburuan itu berawal dari Purwokerto, Jawa Tengah. Semua bermula dari kajian internal tim Halo BCA, call center Bank Central Asia (BCA), atas kasus-kasus penipuan nasabah bermodus transfer rekening.

Caranya sederhana. Tim Halo BCA menelusuri asal muasal rekening yang digunakan pelaku untuk menjerat korban. Mereka meneliti ulang dokumen, mencari tahu bagaimana pemilik rekening tipuan itu bisa lolos dari pengawasan customer service BCA.

Dari proses ini, BCA menemukan, para pelaku paling sering memanfaatkan kantor cabang di sekitar Purwokerto. "Kami lalu mengecek KTP dan foto si pemilik rekening. Hasilnya mengagetkan, satu foto bisa ada dalam banyak KTP dan dia bisa memiliki banyak rekening," kata Nathalya Wani Sabu, Kepala Biro Halo BCA, kepada KONTAN, pekan lalu.

Modusnya, pelaku membuka rekening dengan menggunakan KTP asli tapi palsu (aspal). Dalam hal ini, bank acapkali luput, karena untuk membuka rekening syaratnya hanya KTP dan foto asli.

Berbekal kajian itu, Halo BCA mengirim warning ke seluruh unit kerjanya di Purwokerto. Tim ini juga meminta petugas bagian front office yang menangani pembukaan rekening mewaspadai beberapa foto orang tertentu.

Cara ini terbukti efektif. Pada 2 Agustus 2011, ada calon nasabah yang mencoba membuka rekening baru. Identitas dan fotonya sangat mirip dengan yang diwaspadai Halo BCA. Tak mau menimbulkan kecurigaan, petugas BCA mengontak kantor kelurahan yang tertera dalam KTP tersebut. Dari sinilah terungkap penggunaan KTP palsu. "Ketika dibekuk polisi, di tasnya itu ada puluhan KTP lain yang siap digunakan untuk membuka rekening,” kata Wani.

Membawa serta tim dari Polda, Halo BCA langsung menuju Purwokerto. Tangkapan berharga bernama Radiono ini kemudian diboyong ke Jakarta untuk diselidiki lebih lanjut. Kebetulan, saat itu, kepolisian setempat tidak bisa menindak, karena tidak ada korban yang melapor.

Di sepanjang perjalanan Purwokerto menuju Jakarta, polisi terus menginterogasi. Dari sini, kata Wani, pihaknya tahu bahwa Radiono ini hanya joki. Mereka bekerja untuk orang lain.

Radiono lalu membuka identitas joki-joki lain yang beroperasi di Kudus, Jawa Tengah. "Dalam perjalanan menuju Jakarta kami mengarahkan penangkapan joki di Kudus, lengkap dengan lokasinya,” kata Budi Hermanto, Kepala Unit Kejahatan dan Kekerasan (Kanit Jatanras) Polda Metro Jaya.

Dari pemeriksaan, para joki lain itu mengaku hanya menjalankan perintah orang lain. Mereka mendapatkan bayaran Rp 100.000 per satu rekening.

Tugas joki selesai di pembuatan tabungan dan ATM. "Selanjutnya adalah tugas si manajer atau si pemesan rekening," kata Wani.

Nyanyian para joki mengantar polisi ke Budi Gendut. Dari penggerebekan di Kudus, polisi menemukan ratusan buku tabungan dan ATM siap jual. Tidak sulit meringkus penjahat amatir ini. Polisi cukup menjebak dengan dalih mengantar buku tabungan dan kartu ATM.

Dalam sindikat ini, peran Gendut sangat sentral. Dia tidak sebatas mengorder pembukaan rekening, juga memasok KTP palsu yang digunakan para joki.

Tapi, meski menjadi otak kejahatan, bukan dia yang memperdaya nasabah. "Dia menjual rekening berikut ATM-nya ke pihak lain. Yang terakhir inilah yang mengirim SMS ke nasabah untuk transfer uang," kata Wani.

Dari pengakuan Gendut, tangkapan polisi makin sempurna. Setelah meringkus pembuat KTP palsu di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Polisi dan BCA akhirnya sampai ke rantai paling ujung dari sindikat kejahatan ini.

Banyak bank cuek bebek

Jumat siang, 12 Agustus 2011. Sudah hampir satu jam Gendut menghubungi Asnawi. Beberapa pesan singkat dan panggilan telpon tak kunjung berbalas. Ia ingin bertemu partnernya itu untuk menyerahkan rekening baru Bank Bukopin plus kartu ATM. Sebelumnya Asnawi meminta dibuatkan rekening di bank tersebut dengan imbalan Rp 500.000.

Menjelang sore hari, Gendut berhasil menghubungi dan membuat janji. Lokasinya di Mall Pejaten Village, Jakarta Selatan. Asnawi tentu tak menyadari jebakan ini bakal mengantarnya ke jeruji besi.

Sukses di Jakarta, Gendut menuntun polisi ke pelaku kejahatan lain sejenis di Bandung, Jawa Barat. Tiga orang tertangkap. "Semuanya kami gulung dalam tiga pekan. Tangkapan yang lengkap, dari hulu hingga hilir," kata Budi.

Gendut, Asnawi dan kelompok Bandung merupakan aktor utama kejahatan penipuan nasabah. Mereka inilah yang berada di garis terdepan.

Asnawi dan kelompok Bandung bertugas mencari korban dengan cara mengirim SMS bermodus transfer uang. Sementara Gendut menyediakan perangkat untuk melakukan pemangsaan; yakni rekening bank dan ATM.

Meski terkesan satu tim, transaksi antara mereka bersifat beli putus. Gendut tak mau tahu apakah rekening aspal itu menghasilkan uang atau keburu diblokir bank. Pokoknya ia mendapatkan bayaran.

Karena menanggung risiko besar, Asnawi tentu menikmati hasil kejahatan paling besar. Dia, kata Hermanto, mengaku sudah meraup Rp 300 juta dari aksinya selama setahun terakhir.

Korban sindikat ini bejibun, tersebar dari Surabaya, Bandung dan Jakarta. Bank yang dimanfaatkan beraneka ragam. Rata-rata bank besar dengan jangkauan luas. Jaringan ini bisa leluasa membuat puluhan rekening di satu bank.

Menurut Wani, kejahatan terorganisir ini bisa diperangi asalkan bank mau bekerja lebih keras dan melibatkan pihak lain. "Kami mau susah payah, karena kami tak rela insititusi yang dibangun atas dasar kepercayaan, dijadikan sarana menipu orang lain," tegas Wani.

Menurut Budi, respons bank atas kasus semacam ini tidak sama. Kebanyakan cuek, karena tidak merasa menjadi korban. Alih-alih mempermudah, bank justru menerapkan prosedur berbelit. "Ini saya alami sendiri ketika membekuk pelaku penipuan rekening yang memakan korban pejabat penting," katanya. Bagaimana pejabat itu bisa ikut tertipu dan bagaimana polisi membekuknya? ikuti cerita selanjutnya. n

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×