kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Menanti Nasib Sang Pioneer Fintech Lending, Investree


Jumat, 09 Agustus 2024 / 22:05 WIB
Menanti Nasib Sang Pioneer Fintech Lending, Investree
ILUSTRASI. Tekfin pinjaman investree sebagai salah satu solusi teknologi finansial di bidang pinjaman. KONTAN/BAihaki/12/4/2018


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelopor atau pioneer fintech peer to peer (P2P) lending, PT Investree Radhika Jaya (Investree) yang mulai beroperasi pada Mei 2016 dan resmi terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 31 Mei 2017 tampaknya hanya tinggal menunggu waktu. Permasalahan gagal bayar yang muncul sejak beberapa tahun terakhir menjadi penyakit yang selama ini menggerogoti Investree.

Peliknya masalah gagal bayar yang terjadi, bahkan memaksa induk Investree, Investree Singapore Pte. Ltd., mencopot Adrian Gunadi dari jabatannya sebagai Direktur Utama pada akhir Januari 2024.

Sampai saat ini, suntikan modal dari investor juga tak kunjung terealisasi. Padahal sebelumnya, Investree Singapore Pte. Ltd., menyatakan akan mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan gagal bayar yang terjadi di Investree. Salah satunya, dengan menyuntikan modal baru dari investor dan restrukturisasi.

Tampaknya, OJK sudah mulai geram dengan tanpa ada realisasi dari Investree tersebut. Perusahaan yang didirikan oleh Adrian Gunadi tersebut berpotensi dikenakan tindakan lanjutan, termasuk cabut izin usaha.

Baca Juga: Diterpa Masalah Gagal Bayar, OJK: Investor Belum Suntikan Modal ke Investree

"Sampai saat ini, belum terdapat realisasi penyuntikan modal oleh investor. OJK akan terus melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap Investree," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman dalam jawaban tertulis RDK OJK, Selasa (6/8).

Agusman menyebut OJK akan mengambil langkah-langkah supervisory concern yang diperlukan dan mengenakan sanksi lanjutan sesuai ketentuan yang berlaku. Dia juga menerangkan OJK telah dan sedang melakukan pendalaman terhadap dugaan fraud di Investree, termasuk dengan melakukan permintaan keterangan terhadap pihak-pihak terkait. 

"Selain itu, OJK juga berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait hal tersebut," ujarnya.

Tata Kelola yang Buruk Pemicu Runtuhnya Investree

Menanggapi permasalahan yang dialami Investree, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik Djafar berpendapat sebetulnya tata kelola yang baik menjadi kunci bisnis fintech lending bisa terus berlanjut.

"Pada dasarnya, jika semua proses dilakukan dengan mematuhi dan mengikuti semua aturan yang ada, seperti Good Corporate Governance, Risk Management, Risk Mitigation, hingga Prudent, tentu perusahaan itu akan aman dan bisa bertahan," katanya kepada Kontan, Jumat (9/8).

Senada dengan Entjik, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan tata kelola yang tak profesional menjadi masalah utama gagal bayar di Investree.

"Jika founder-nya profesional, saya rasa fraud di platform digital masih bisa diminimalisir. Pengelolaan harus dipegang seorang yang profesional sehingga berorientasi pada kinerja perusahaan. Saya rasa, masalahnya ada pada tata kelola," ungkapnya kepada Kontan.

Meskipun sang pioneer telah mengalami permasalahan gagal bayar tak kunjung usai, Nailul melihat industri fintech lending tak semerta-merta akan suram ke depannya. Dia menilai industri masih bisa tumbuh positif, tercermin dari peningkatan pendanaan yang dilihat masih bagus. 

"Tumbuh dua digit bukan kinerja yang buruk bagi suatu industri keuangan. Saya juga masih melihat positif dalam beberapa tahun ke depan," ujarnya.

Baca Juga: Masalah Gagal Bayar Investree, Begini Tindakan OJK

Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi juga mengungkapkan hal yang sama. Dia menilai Investree yang tersangkut masalah gagal bayar tak terlepas dari adanya miss management sehingga merugikan perusahaan. Meskipun demikian, dia menilai prospek industri fintech lending masih terbilang masih bagus, meski ada kasus gagal bayar Investree yang tak kunjung usai.

"Namun, yang harus diwaspadai ke depannya, yakni persaingan kian ketat dan ancaman tingginya gagal bayar yang juga meningkat," katanya kepada Kontan.

Sementara itu, Kuasa Hukum Lender Investree, Grace Sihotang menilai masalah gagal yang menerpa Investree merupakan kesalahan manajemen terkait tata kelola. Dia berpendapat demi menjaga nama baik, Investree tentu tak akan ragu menambal masalah gagal bayar dengan dana yang ada.

"Atas dasar itu, ujung-ujungnya menjadi bangkrut," ujarnya kepada Kontan, Jumat (9/8).

Meskipun demikian, Grace tak menyalahkan Investree sepenuhnya terkait tak mumpuninya perusahaan tersebut mengatasi masalah gagal bayar. Menurutnya, OJK juga ada andil, terutama saat membuat regulasi soal fintech lending. Dia menilai seharusnya OJK melakukan riset yang mendalam terlebih dahulu, seperti melihat ke negara lain, sebelum memutuskan mengeluarkan aturan.

Selain itu, Grace mengatakan kurangnya perhatian regulator terhadap perlindungan konsumen juga menjadi penyebab gagal bayar terjadi. Dia menyebut OJK hanya mengandalkan asuransi untuk perlindungan, padahal asuransi punya batasan.  

"Kalau memang memakai asuransi, lebih baik semua terlindungi, yakni lender, borrower, dan penyelenggara. Selain itu, harus ada mitigasi risiko yang pas juga lebih dari sekadar asuransi. Ditambah literasi lender fintech lending juga mesti ditingkatkan, khususnya soal risiko dan penagihan. Sebab, selama ini lender hanya berpikir untung terus tanpa memikirkan risiko" kata Grace.

Digugat Lender Akibat Masalah Gagal Bayar

Permasahan gagal bayar Investree ternyata juga membuat para lender geram. Alhasil, penyelesaian masalah lewat jalur hukum menjadi pilihan yang diambil para lender.

Jika ditarik ke belakang, berdasarkan data di SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan pertama terhadap Investree muncul pada akhir tahun lalu dengan nomor perkara 1177/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL (wanprestasi), yang terdaftar pada 5 Desember 2023 di PN Jakarta Selatan. Adapun lender yang menggugat berjumlah 9 orang dengan nilai kerugian Rp 1,08 miliar.

Gugatan kedua dengan nomor perkara 43/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi) yang didaftarkan pada 11 Januari 2024. Jumlah lender atau Penggugat sebanyak 16 orang dengan nilai kerugian Rp 1 miliar.

Gugatan ketiga dengan nomor perkara 123/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi), yang didaftarkan pada 31 Januari 2024. Jumlah lender atau Penggugat sebanyak 9 orang dengan nilai kerugian Rp 2,25 miliar.

Selain itu, gugatan keempat dengan nomor perkara 210/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi), yang didaftarkan pada 26 Februari 2024. Tercatat ada 11 lender sebagai Penggugat dengan nilai kerugian Rp 1,98 miliar.

Gugatan kelima dengan nomor perkara 301/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi) yang terdaftar pada 26 Maret 2024. Jumlah lender atau penggugat 13 orang dengan nilai kerugian Rp 2 miliar.

Gugatan keenam terdaftar pada 16 April 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 341/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Adapun 1 lender sebagai Penggugat dengan nilai gugatan perkara tersebut sebesar Rp 1,4 miliar. 

Baca Juga: OJK Awasi Fintech Investree dan iGrow yang Tersangkut Masalah Gagal Bayar

Gugatan ketujuh terdaftar pada 29 April 2024 dengan nomor perkara 385/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Tercatat, ada 1 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 1,55 miliar.

Gugatan kedelapan terdaftar pada 6 Mei 2024 dengan nomor perkara 411/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (perbuatan melawan hukum). Tercatat, ada 2 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 254,29 miliar.

Gugatan kesembilan terdaftar pada 8 Mei 2024 dengan nomor perkara 426/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (perbuatan melawan hukum). Tercatat, ada 2 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 19,58 miliar.

Gugatan kesepuluh terdaftar pada 20 Mei 2024 dengan nomor perkara 460/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL (wanprestasi). Tercatat, ada 10 penggugat dengan nilai gugatannya sebesar Rp 1,67 miliar.

Di sisi lain, apabila Investree dicabut izin usaha sehingga membuat Investree harus dilikuidasi, Grace menerangkan tak akan berpengaruh ke hasil gugatan. 

"Sebab, kalau perusahaan itu sudah dicabut izin usaha atau likudiasi, mereka tentu tak bisa lakukan upaya hukum banding lagi. Tentu pihak penggugat bisa lebih dapat kepastian kalau sudah ada putusan pengadilan terkait gugatan. Nanti tinggal ajukan permohonan peletakan sita atas kekayaan petinggi Investree," katanya.

Grace bilang lender yang menang gugatan terhadap Investree, tentu akan diuntungkan apabila Investree dicabut izin usaha. Dia bilang lender tersebut nantinya akan didahulukan dalam pembagian hasil likuidasi karena sudah merupakan ketetapan hukum pengadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×