kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menumpuk, utang klaim jatuh tempo BPJS Kesehatan ke rumah sakit capai Rp 4,4 triliun


Kamis, 14 Mei 2020 / 12:36 WIB
Menumpuk, utang klaim jatuh tempo BPJS Kesehatan ke rumah sakit capai Rp 4,4 triliun
ILUSTRASI. Petugas melayani warga di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) terus menumpuk. Hingga Rabu (13/5), tercatat BPJS Kesehatan memiliki utang klaim jatuh tempo ke rumah sakit senilai Rp 4,4 triliun.

"Kondisi BPJS Kesehatan, sampai 13 Mei, masih ada jatuh tempo Rp 4,4 triliun yang harus dibayar, dan kondisi BPJS ini perlu ada perbaikan dan upaya untuk mengurangi defisit BPJS kesehatan," ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Dasa dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Kamis (14/5).

Adapun, outstanding klaim BPJS Kesehatan atau klaim yang masih dalam proses verifikasi sebesar Rp 6,21 triliun, yang belum jatuh tempo sebesar Rp 1,03 triliun. Sementara klaim yang sudah dibayar sebesar Rp 192,53 miliar.

Baca Juga: Ingat, mulai 1 Juli iuran BPJS Kesehatan naik

Sebelumnya, Mahkamah Agung telah membatalkan pasal 34 Perpres 75 Tahun 2019 yang berkaitan dengan iuran peserta mandiri yakni Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).

Kunta mengatakan, putusan MA tersebut akan berdampak pada kondisi  Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan di 2020 yang diperkirakan akan mengalami defisit sebesar Rp 6,9 triliun, termasuk menampung carry over defisit tahun 2019 sekitar Rp 15,5 triliun. Lalu, di 2021, DJS Kesehatan akan mengalami defisit yang semakin melebar.

Untuk merespon putusan MA tersebut, pemerintah pun sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pasal 34. 

Perpres tersebut kembali mengubah jumlah iuran peserta BPJS Kesehatan kelas mandiri, dimana iuran yang baru efektif berlaku sejak Juli 2020.

Baca Juga: Iuran naik, begini penjelasan BPJS Kesehatan

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pun optimistis pihaknya bisa menyelesaikan utang jatuh tempo dan dengan adanya Perpres 64/2020 ini, pihaknya bisa mengatasi defisit yang ada.

"Proyeksinya, kalau nanti Perpres 64 ini berjalan, kami hampir tidak defisit, hampir kurang lebih bisa diseimbangkan cash in dengan cash out-nya," pungkas Fachmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×