kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Miss selling penjualan asuransi secara digital, ini penjelasan AAUI


Selasa, 29 September 2020 / 17:08 WIB
Miss selling penjualan asuransi secara digital, ini penjelasan AAUI
ILUSTRASI. Karyawan melintas di depan logo-logo perusahaan asuransi umum di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan pelaku industri asuransi untuk meningkatkan mitigasi risiko. OJK menilai dengan rendahnya literasi asuransi, penjualan produk secara digital bisa memicu risiko miss selling.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melihat potensi timbul persoalan dalam penerapan digitalisasi terletak pada komunikasi tenaga pemasaran (agen). 

Lantaran perusahaan gagal menjelaskan secara komprehensif fitur produk asuransi kepada calon Pemegang Polis atau tertanggung.

Kendati demikian Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menilai saat ini pendidikan agen sudah lebih bagus. Sebab, regulator telah mensyaratkan sertifikasi keagenan.

Baca Juga: Penjualan lewat digital berisiko, OJK minta asuransi tingkatkan mitigasi

“Sehingga sepanjang agen asuransi memiliki sertifikat keagenen dari asosiasi dan memiliki kartu lisensi keagenen, maka seharusnya bisa menjalankan tugas agen sesuai regulasi. Miss selling terjadi jika pemasar asuransi tidak memberikan penjelasan dengan komprehensif tentang fitur produk kepada nasabah. Saat tatap muka saja tidak bisa, apalagi nanti jika melalui virtual,” tutur Dody kepada Kontan.co.id pada Selasa (29/9).

Lanjut Ia, untuk produk asuransi umum kebanyakan jenis polis proteksi yang tidak ada investasi. Kecuali jika ada Produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (Paydi).

"Dimana jenis polis proteksi ini ekspektasi Tertanggung berbeda dengan polis yang dikaitkan dengan produk investasi. Itu mungkin yang disimpulkan jika di asuransi kerugian kalaupun ada miss selling tidak terlalu besar, tapi potensi untuk itu tetap ada.

Untuk itulah dalam penjualan melalui digital, OJK tetap memiliki perhatian agar kepentingan nasabah diperhatikan dengan meminta konfirmasi persetujuan,” tambah Dody.

Ia bilang produk-produk asuransi yang dijual dengan platform digital mestinya merupakan produk sederhana. Lantaran analisa risikonya sudah dapat dilakukan dengan alogaritma sehingga data-data calon Tertanggung dapat terkontrol.

Baca Juga: Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Usul Penjualan Unitlink via Digital Disahkan

“Produk Asuransi properti rumah tinggal, asuransi kendaran bermotor, asuransi perjalanan, asuransi kesehatan banyak yang didigitalisasi. Adapun untuk risiko-risiko yang memiliki kompleksitas tinggi dan nilai pertanggungan sangat besar tidak menjadi prioritas dalam hal ini, karena perlu ada hal-hal spesifik dalam proses underwriting,” jelas Dody.

Oleh sebab itu, AAUI menghimbau agar anggota memperhatikan potensi masalah ini. AAUI ingin pelaku industri meningkatkan mitigasi risiko dalam penerapan digitalisasi.

OJK mencatat pendapatan premi asuransi umum mencapai Rp 49,29 hingga Agustus 2020. Nilai itu turun 4,62% yoy dibandingkan Agustus 2019 senilai Rp 51,68 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×