kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Miss selling penjualan asuransi secara digital, ini penjelasan AAUI


Selasa, 29 September 2020 / 17:08 WIB
Miss selling penjualan asuransi secara digital, ini penjelasan AAUI
ILUSTRASI. Karyawan melintas di depan logo-logo perusahaan asuransi umum di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI)


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan pelaku industri asuransi untuk meningkatkan mitigasi risiko. OJK menilai dengan rendahnya literasi asuransi, penjualan produk secara digital bisa memicu risiko miss selling.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melihat potensi timbul persoalan dalam penerapan digitalisasi terletak pada komunikasi tenaga pemasaran (agen). 

Lantaran perusahaan gagal menjelaskan secara komprehensif fitur produk asuransi kepada calon Pemegang Polis atau tertanggung.

Kendati demikian Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menilai saat ini pendidikan agen sudah lebih bagus. Sebab, regulator telah mensyaratkan sertifikasi keagenan.

Baca Juga: Penjualan lewat digital berisiko, OJK minta asuransi tingkatkan mitigasi

“Sehingga sepanjang agen asuransi memiliki sertifikat keagenen dari asosiasi dan memiliki kartu lisensi keagenen, maka seharusnya bisa menjalankan tugas agen sesuai regulasi. Miss selling terjadi jika pemasar asuransi tidak memberikan penjelasan dengan komprehensif tentang fitur produk kepada nasabah. Saat tatap muka saja tidak bisa, apalagi nanti jika melalui virtual,” tutur Dody kepada Kontan.co.id pada Selasa (29/9).

Lanjut Ia, untuk produk asuransi umum kebanyakan jenis polis proteksi yang tidak ada investasi. Kecuali jika ada Produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (Paydi).

"Dimana jenis polis proteksi ini ekspektasi Tertanggung berbeda dengan polis yang dikaitkan dengan produk investasi. Itu mungkin yang disimpulkan jika di asuransi kerugian kalaupun ada miss selling tidak terlalu besar, tapi potensi untuk itu tetap ada.

Untuk itulah dalam penjualan melalui digital, OJK tetap memiliki perhatian agar kepentingan nasabah diperhatikan dengan meminta konfirmasi persetujuan,” tambah Dody.

Ia bilang produk-produk asuransi yang dijual dengan platform digital mestinya merupakan produk sederhana. Lantaran analisa risikonya sudah dapat dilakukan dengan alogaritma sehingga data-data calon Tertanggung dapat terkontrol.

Baca Juga: Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Usul Penjualan Unitlink via Digital Disahkan

“Produk Asuransi properti rumah tinggal, asuransi kendaran bermotor, asuransi perjalanan, asuransi kesehatan banyak yang didigitalisasi. Adapun untuk risiko-risiko yang memiliki kompleksitas tinggi dan nilai pertanggungan sangat besar tidak menjadi prioritas dalam hal ini, karena perlu ada hal-hal spesifik dalam proses underwriting,” jelas Dody.

Oleh sebab itu, AAUI menghimbau agar anggota memperhatikan potensi masalah ini. AAUI ingin pelaku industri meningkatkan mitigasi risiko dalam penerapan digitalisasi.

OJK mencatat pendapatan premi asuransi umum mencapai Rp 49,29 hingga Agustus 2020. Nilai itu turun 4,62% yoy dibandingkan Agustus 2019 senilai Rp 51,68 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×