kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Modalku menilai rasio gagal bayar terlalu rendah tidak baik bagi fintech P2P lending


Kamis, 04 Juli 2019 / 18:54 WIB
Modalku menilai rasio gagal bayar terlalu rendah tidak baik bagi fintech P2P lending


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Mitrausaha Indonesia Grup atau Modalku menilai tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) atau gagal bayar bagi fintech peer to peer lending terlalu rendah, tidak baik. Co-founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya menyebut kehadiran fintech lending guna menyasar masyarakat yang unbankle atau memiliki risiko lebih besar. 

“Tidak mungkin kami menyasar orang yang lebih berisiko tapi NPL-nya rendah. Jadi yang paling penting menyeimbangkan bunga dan risiko. Kalau mau default nol, kita tidak ada pertumbuhan nanti,” tutur Reynold belum lama ini.

Lanjut Reynold yang paling adalah ketika bunga pinjaman yang ditawarkan kepada lender ketika dikurangi dengan rasio gagal bayar masih masuk akal. Ia menyebut bisa saja bagi pemain fintech lending mencapai rasio gagal bayar hingga angka nol.

Namun tidak akan memberikan bunga yang menarik bagi lender. Selain itu, eksistensi kehadiran fintech lending tidak akan relevan lagi saat adanya kampanye inklusi keuangan. Hingga Juni 2019, TWP90 Modalku berada di level 1,25%. Nilai ini naik tipis dibandingkan Juni 2018 di level 1,12%.

Oleh sebab itu Modalku tidak takut memberikan pinjaman kepada pemilik warung yang memiliki risiko lebih besar. Bahkan Modalku tahun ini akan fokus pada pembiayaan bagi pemilik warung ini.

Reynold mengaku segmen ini masih membutuhkan pinjaman yang besar. Sebab tidak memiliki sumber pendanaan, lantaran memang memiliki risiko.

Guna mengukur risiko yang ada, Modalku menjalin kerja sama dengan mitra distributor tempat pemilik warung mengambil barang dagangan. Ia mengaku pemilik warung lebih mementingkan mendapatkan dana dari pada bunga yang ditawarkan.

"Pemilik warung menarik, mereka undeserve and unbankable, jadi menarik. Permintaan pinjaman besar, tapi secara nominal pinjaman tidak besar, sehingga fleksibel pada bunga. Biaya murah tapi marjin lebih tinggi," jelas Reynold.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×