Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 masih terus berlanjut membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka kemungkinan untuk memperpanjang durasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapannya. Sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2020.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, pihaknya saat ini sedang meninjau ulang restrukturisasi kredit yang semula hanya berlaku hanya untuk satu tahun atau hingga 31 Maret 2021.
Wimboh mengatakan peninjauan ulang tersebut dilakukan setelah banyaknya permintaan dari sektor jasa keuangan khususnya perbankan.
Baca Juga: Ada pandemi Covid-19, restrukturisasi kredit BRI capai Rp 177,3 triliun
"Kita sama-sama sepakat dan akan kita lihat apakah memang perlu dan berapa lama dilakukan," kata Wimboh, awal pekan ini Senin (13/7).
Wimboh juga bilang peninjauan ulang ini akan mulai terlihat di kuartal III 2020, baik berupa berapa lama perpanjangan restrukturisasi dan di sektor mana saja perpanjangan bisa diberikan.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana opsi tersebut merupakan masukan dari 15 direktur utama perbankan dalam pertemuan dengan OJK.
Bankir sepakat kalau seandainya aturan tersebut diperpanjang agar industri perbankan punya waktu lebih banyak untuk mengatur strategi mitigasi risiko sekaligus menjaga kualitas kredit.
Salah satu yang setuju yakni Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso yang ingin agar durasi POJK 11 Tahun 2020 bisa diperpanjang.
"Maka kiranya kebijakan itu bisa diperpanjang masa berlakunya, setidaknya bisa sampai 1 tahun lagi," ujarnya.
Namun perlu digarisbawahi, walau perhitungan status kredit yang direstrukturisasi tetap lancar, perbankan tetap harus mewaspadai rasio loan at risk (LAR) yang terus meningkat.
Misalnya saja, OJK mencatat di bulan Mei 2020 pertumbuhan kredit kolektibilitas 2 (kol 2) dan restrukturisasi (kol 1) cukup tinggi yakni mencapai 16,2% per Mei 2020 jauh lebih besar dari bulan Mei 2019 yang hanya 7,51%.
Meski begitu, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja menjelaskan sejatinya OJK sudah melakukan kajian yang mendalam terkait kebijakannya untuk mendukung perekonomian agar tetap bergerak.
Selain itu, meningkatnya risiko kredit merupakan konsekuensi yang pasti terjadi di tengah situasi pandemi saat ini. "Dalam kondisi luar biasa ini,, risiko kredit memang pasti tetap jadi fokus utama," terangnya, Rabu (15/7).
Baca Juga: Bankir Optimistis Kredit Menganggur Makin Tipis
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan PT Bank BRI Agroniaga Tbk Hirawan Nur bilang kalau saat ini kebutuhan debitur untuk restrukturisasi memang bersifat darurat lantaran jumlahnya banyak.
Jadi bisa dibilang, seluruh kebijakan ini fokus utama adalah untuk membantu debitur lebih dulu baru setelah itu perbankan. "Konsekuensinya loan at risk meningkat, akan tetapi harus diimbangi dengan NPL coverage yang cukup dan kami sudah bentuk CKPN," katanya.
Sebagai informasi, OJK mencatat sektor perbankan telah merestrukturisasi kredit mencapai Rp 769,5 triliun per 6 Juli 2020. Rp 326,38 triliun di antaranya disalurkan untuk 5,41 juta UMKM.
Meski perbankan melaksanakan restrukturisasi, OJK memastikan kondisi perbankan nasional masih tetap solid. Hal ini tercermin dari kondisi likuiditas dan permodalan yang terjaga stabil. Rasio kecukupan modal atau CAR perbankan hingga akhir Mei tercatat mencapai 22,16%. Total dana pihak ketiga (DPK) pun masih tumbuh 8,87% yoy mencapai Rp 6.174,64 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News