Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
Misalnya saja, OJK mencatat di bulan Mei 2020 pertumbuhan kredit kolektibilitas 2 (kol 2) dan restrukturisasi (kol 1) cukup tinggi yakni mencapai 16,2% per Mei 2020 jauh lebih besar dari bulan Mei 2019 yang hanya 7,51%.
Meski begitu, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja menjelaskan sejatinya OJK sudah melakukan kajian yang mendalam terkait kebijakannya untuk mendukung perekonomian agar tetap bergerak.
Selain itu, meningkatnya risiko kredit merupakan konsekuensi yang pasti terjadi di tengah situasi pandemi saat ini. "Dalam kondisi luar biasa ini,, risiko kredit memang pasti tetap jadi fokus utama," terangnya, Rabu (15/7).
Baca Juga: Bankir Optimistis Kredit Menganggur Makin Tipis
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan PT Bank BRI Agroniaga Tbk Hirawan Nur bilang kalau saat ini kebutuhan debitur untuk restrukturisasi memang bersifat darurat lantaran jumlahnya banyak.
Jadi bisa dibilang, seluruh kebijakan ini fokus utama adalah untuk membantu debitur lebih dulu baru setelah itu perbankan. "Konsekuensinya loan at risk meningkat, akan tetapi harus diimbangi dengan NPL coverage yang cukup dan kami sudah bentuk CKPN," katanya.
Sebagai informasi, OJK mencatat sektor perbankan telah merestrukturisasi kredit mencapai Rp 769,5 triliun per 6 Juli 2020. Rp 326,38 triliun di antaranya disalurkan untuk 5,41 juta UMKM.
Meski perbankan melaksanakan restrukturisasi, OJK memastikan kondisi perbankan nasional masih tetap solid. Hal ini tercermin dari kondisi likuiditas dan permodalan yang terjaga stabil. Rasio kecukupan modal atau CAR perbankan hingga akhir Mei tercatat mencapai 22,16%. Total dana pihak ketiga (DPK) pun masih tumbuh 8,87% yoy mencapai Rp 6.174,64 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News