Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun Rancangan Peraturan OJK (POJK) baru tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Draft RPOJK ini telah diterbitkan pada Senin (13/11).
Adapun tujuan dikeluarkannya darft RPOJK LPBBTI tersebut dimaksudkan untuk meminta tanggapan dari masyarakat umum dan stakeholders terkait.
“Kami bermaksud meminta tanggapan atas rancangan tersebut kepada satuan kerja, pemangku kepentingan, dan masyarakat umum,” tulis manajemen OJK dikutip dari laman resmi, Selasa (14/11).
Adapun tanggapan terhadap RPOJK dimaksud diharapkan dapat disampaikan paling lambat tanggal 24 November 2023 melalui email kepada Deus Levolt Sihombing (deus.levolt@ojk.go.id) dan Dedy Nur Arifin (dedy.nur@ojk.go.id).
Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Turun Jadi Rp 498 Triliun, OJK Beri Penjelasan
Berdasarkan riset KONTAN, beberapa poin penting yang terdapat dalam RPOJK LPBBTI tersebut di antaranya, pada Pasal 4 disebutkan bahwa Penyelenggara harus memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp 25 miliar pada saat pendirian.
Aturan modal disetor tersebut masih sama jumlahnya dengan POJK Nomor 10 tahun 2022 tentang LPBBTI yang masih berlaku saat ini.
Berikutnya pada Pasal 6, setiap pihak dilarang menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada lebih dari satu penyelenggara konvensional atau satu penyelenggara berdasarkan prinsip syariah.
Larangan menjadi PSP lebih dari satu penyelenggara konvensional atau penyelenggara dengan prinsip syariah misalnya, A merupakan PSP pada PT X yang merupakan Penyelenggara konvensional. A tidak dapat menjadi PSP pada Penyelenggara konvensional lainnya.
Baca Juga: Mulai Awal 2024, Bunga Pinjol Turun
Pada praktiknya saat ini, penyelenggara mendapat pendanaan dari berbagai investor, di mana tentu ada kemungkinan memiliki pemegang saham yang sama.
Kemudian, salah satu aturan yang berbeda dalam RPOJK LPBBTI adalah terkait Unit Usaha Syariah (UUS) yang tak disebutkan di dalam POJK LPBBTI Nomor 10 Tahun 2022 yang berlaku saat ini.
Pada Pasal 16 disebutkan bahwa Penyelenggara konvensional yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah wajib mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS). Lanjutannya di Pasal 17, UUS harus memiliki modal kerja paling sedikit Rp 10 miliar pada saat pendirian.
Lebih lanjut, di Pasal 75 terkait Rasio Permodalan, diukur dengan cara penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar.
Ekuitas ini wajib dilakukan secara bertahap, paling sedikit Rp 7,5 miliar di 4 Juli 2024 dan Rp 12,5 miliar di 4 Juli 2025.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News