kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK, konsumen, Polri, dan AFPI menanti kehadiran UU Fintech


Selasa, 22 Oktober 2019 / 18:06 WIB
OJK, konsumen, Polri, dan AFPI menanti kehadiran UU Fintech
ILUSTRASI. ilustrasi Fintech atau financial technology. Segala bentuk teknologi di sektor finansial atau jasa keuangan, bank maupun non bank. Ilustrasi sumber dana di online. KONTAN/Muradi/2015/07/14


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar menyatakan bahwa Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi hanya menindak pemain legal. Maka dengan UU Fintech akan bisa melengkapi aturan yang ada.

Tapi untuk mendorong aturan tersebut, tentunya diperlukan kolaborasi berbagai pihak, seperti pemerintah, OJK dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Saat ini UU tersebut baru sekadar wacana.

Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede mengaku pihaknya telah menyiapkan kajian yang akan disampaikan kepada DPR agar bisa dirumuskan. Harapannya, aturan itu bisa cepat direalisasikan tapi mesti bersabar karena anggota dewan baru saja dilantik.

Baca Juga: Multifinance lanjutkan tren negatif pada pembiayaan UKM hingga kuartal III 2019

Kehadiran UU Fintech akan lebih baik juga dilengkapi UU Data Perlindungan Data Pribadi. Tumbur mengeluhkan kenapa pembatasan akses data nasabah hanya dikenakan fintech lending, tetapi juga platform lain. Selama ini, fintech lending hanya boleh mengakses kamera, microphone dan lokasi nasabah.

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia David ML Tobing menyetujui adanya UU Fintech dan UU Perlindungan Data Pribadi demi memberikan perlindungan kepada konsumen. Hal ini untuk mengantisipasi penyalahgunaan data. Maka itu transaksi fintech mesti diawasi dan diatur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×