kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

OJK merilis aturan baru bagi industri keuangan non bank


Senin, 05 Oktober 2020 / 07:00 WIB
OJK merilis aturan baru bagi industri keuangan non bank


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan main baru dalam penerapan manajemen risiko bagi lembaga keuangan non bank. Aturan itu tertuang dalam Peraturan OJK nomor 44 /POJK.05/2020 tentang penerapan manajemen risiko bagi Lembaga jasa keuangan nonbank.

Aturan baru ini akan mengantikan aturan lama yang ada dalam POJK nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. Pada aturan lama, pelaku usaha wajib memitigasi risiko strategi, operasional, aset dan liabilitas, kepengurusan, tata kelola, dukungan dana, serta asuransi.

Namun pada aturan baru, regulator menambah cakupan aturan yang lebih detail. “Lembaga Jasa Keuangan Non Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif mencakup risiko strategis, operasional, asuransi (bagi perusahaan asuransi), kredit, pasar, likuiditas, hukum, kepatuhan, dan reputasi,” tulis Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam belied itu.

Pengawasan terhadap cakupan risiko itu harus dilakukan oleh pengawas aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah. Selain itu, perusahaan wajib menentukan prosedur manajemen risiko dan penetapan limit risiko wajib disesuaikan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap risiko lembaga keuangan non-bank.

Sebab, terdapat lima kategori peringat risiko mulai dari peringat 1 (rendah) hingga peringkat 5 (tinggi). Dari kategori ini nantinya OJK bisa menetapkan hingga menurunkan peringkat.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimunthe menilai masuknya risiko hukum dan risiko kepatuhan pada aturan baru ini untuk mempertegas perusahaan harus memastikan adanya tata kelola yang baik. Tujuannya agar dapat melakukan mitigasi terhadap potensi masalah yang dapat mengganggu operasional perusahaan serta tetap dapat memberikan kepercayaan kepada Tertanggung dan masyarakat terhadap industri asuransi.

Baca Juga: Bunga kredit perbankan secara industri masih turun tipis

“Tentunya POJK baru tersebut dikeluarkan dengan pertimbangank kgiatan usaha lembaha jasa keuangan non bank (LJKNB) semakin meningkat dengan risiko yang semakin kompleks. Sehingga perlu diimbangi dengan penerapan manajemen risiko yang memadai, efektif dan terukur,” ujar Dody kepada Kontan.co.id pada Jumat (2/10).

Dody menilai aturan lama POJK 1/2015, sudah tidak menampung perkembangan kebutuhan hukum untuk peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko. Dody menilai perlunya manajemen risiko hukum karena adanya potensi tuntutan hukum atau kelemahan aspek hukum di LJKNB.

“Perlunya manajemen Risiko Kepatuhan untuk mitigasi LJKNB atas potensi tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan yang berlaku. Perlunya manajemen Risiko Reputasi untuk mengatasi potensi menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap LJKNB,” jelas Dody.

Dody menyebut tujuan akhir yang ingin dari aturan baru ini agar seluruh aktivitas dan proses bisnis LJKNB termasuk asuransi akan dapat berjalan dengan baik. Juga bisa memberikan manfaat bagi Tertanggung tanpa ada tuntutan hukum dari seluruh stakeholder.

Ia pun yakin anggota asosiasi tidak akan mengalami kendala dalam menerapkan aturan main baru ini. Sebab perusahaan-perusahaan LJKNB tinggal melakukan penyesuaian dengan ketentuan manajemen risiko tersebut.

Pelaku industri perusahaan pembiayaan merespon positif aturan baru ini. Direktur Utama BNI Multifinance Hasan Gazali bilang siap mengikuti aturan terbaru dari regulator itu.

“Karena BNI Multifinance anak dari Bank BNI yang lebih dulu menerapkan Manajemen Risiko secara lebih lengkap, maka BNI Multifinance sudah mendapatkan arahan yang lebih lengkap dari apa yanh sudah diimplementasikan pada Bank BNI,” tutur Hasan. 

Selanjutnya: Data Pribadi Rawan Disalagunakan, OJK Bakal Rilis Aturan Baru Fintech P2P- Lending

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×