kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

OJK Resmi Tunda Ketentuan SEOJK Terkait Asuransi Kesehatan, Ini Kata Pengamat


Minggu, 06 Juli 2025 / 08:04 WIB
OJK Resmi Tunda Ketentuan SEOJK Terkait Asuransi Kesehatan, Ini Kata Pengamat
ILUSTRASI. OJK resmi menunda ketentuan yang terdapat dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menunda ketentuan yang terdapat dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang seharusnya efektif berlaku 1 Januari 2026. Penundaan tersebut seiring dengan adanya penyusunan Peraturan OJK (POJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan.

Menanggapi hal itu, Pengamat Asuransi dan Dosen Program MM Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Kapler Marpaung mengatakan aturan co-payment yang berubah menjadi bentuk POJK diibaratkan hanya berganti baju saja. Dia berpendapat pada intinya aturan mengenai co-payment dalam asuransi kesehatan seharusnya tidak perlu dengan SEOJK, apalagi POJK.

Kapler menerangkan co-payment cukup menjadi aturan yang disetujui bersama oleh para pihak dalam industri perasuransian nasional, bisa melalui Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), serta Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI). Kalau ada anggota yang melanggar, dia bilang OJK bisa menggunakan kesepakatan bersama itu untuk memberikan sanksi kepada perusahaan asuransi yang melanggar. 

"Sebab, sanksi kepada lembaga jasa keuangan tidak hanya karena perusahaan melanggar peraturan perundangan bidang perasuransian, tetapi juga bisa karena melanggar kesepakatan bersama. Dalam hal itu, OJK juga bisa memberikan sanksi," ujarnya kepada Kontan, Jumat (5/7).

Baca Juga: OJK Catat Pemulihan Investasi Saham Asuransi Jiwa per April 2025, Ini Kondisi Pemain

Lebih lanjut, Kapler menyampaikan masalah yang paling penting dalam co-payment adalah rumusan atau pengertian co-payment itu sendiri. Dia memandang berdasarkan SEOJK 7/2025, terlihat belum diatur mengenai mekanisme tentang penerapan co-payment dan definisi co-payment.

"Dengan demikian, masyarakat menjadi bingung mengenai co-payment, apalagi banyak orang bicara tentang co-payment sesuai pemahaman atau selera masing-masing. Ada yang mengatakan co-payment itu akan diberlakukan setelah deductible diterapkan. Jika demikian, makin besar lagi biaya yang ditanggung oleh masyarakat," tuturnya.

Selain itu, Kapler menambahkan ada juga yang mengatakan bahwa co-payment tidak sama dengan risiko sendiri (deductible), padahal co-payment itu sama saja dengan deductible. Jadi, dia merasa wajar apabila keluarnya SEOJK 7/2025, malah membingungkan masyarakat. 

"Saya usul tidak usah pakai istilah co-payment, pakai saja istilah risiko sendiri, yang mana istilah itu sudah dikenal masyarakat banyak, seperti dalam asuransi kendaraan bermotor dan asuransi kebakaran," ungkapnya.

Oleh karena itu, Kapler menyampaikan yang perlu dilakukan oleh industri dan OJK saat ini bukan untuk  mengeluarkan POJK sebagai pengganti SEOJK.

Dia menilai yang paling penting adalah menjelaskan kondisi pasar asuransi kesehatan nasional dan global kepada masyarakat dengan menampilkan statistik pendapatan premi dan klaim dalam 5 tahun terakhir. 

"Selain itu, menjelaskan penyebab klaim asuransi kesehatan naik. Sebab, hal itu bukan hanya karena banyak peserta asuransi kesehatan yang sakit dan berobat, melainkan ada faktor lain, misalnya inflasi medis," tuturnya.

Baca Juga: Ada Rencana Konsolidasi Asuransi BUMN, Ini Respon Asuransi Asei

Kapler bilang industri dan OJK juga perlu menjelaskan langkah yang harus dilakukan perusahaan asuransi agar bisa terus menjual produk asuransi kesehatan. Ditambah, menjelaskan peran dokter,  rumah sakit, apotek, klinik, laboratorium, dan fasilitas kesehatan lainnya. Tak cuma itu, dia juga bilang peran masyarakat begitu diperlukan dalam menekan rasio klaim. 

Sebelumnya, Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi mengatakan langkah penyusunan POJK baru itu dilakukan sebagai tindak lanjut Rapat Kerja OJK dengan Komisi XI DPR RI pada 30 Juni 2025. 

Dia juga menyampaikan penyusunan POJK tersebut juga akan dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI. Adapun ketentuan mengenai penguatan ekosistem asuransi kesehatan nantinya akan berlaku secara efektif dengan diterbitkannya POJK tersebut. 

"Dengan demikian, dapat memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan cakupan pengaturan yang lebih menyeluruh," ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (3/7).

Ismail menambahkan penyusunan POJK tersebut bertujuan untuk memastikan penerapan tata kelola dan prinsip kehati-hatian yang lebih baik dalam penyelenggaraan produk asuransi kesehatan. Pada saat yang sama, dia bilang POJK itu juga diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh pihak di dalam ekosistem asuransi kesehatan, mulai dari masyarakat sebagai pemegang polis/tertanggung, perusahaan asuransi, dan fasilitas layanan kesehatan.

"OJK juga akan terus memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang adil, transparan, dan tumbuh secara berkelanjutan," kata Ismail. 

Selanjutnya: Safe Haven Masih Menjadi Primadona di Semester II-2025, Emas Tetap Jadi Andalan Utama

Menarik Dibaca: Vivo V30 Menyematkan Kamera Super Tajam, Kamera Ultra Widenya Sinematik Banget!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×