kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK: Serangan siber menjadi salah satu risiko utama perbankan di era digital


Senin, 29 November 2021 / 15:43 WIB
OJK: Serangan siber menjadi salah satu risiko utama perbankan di era digital
ILUSTRASI. Serangan siberREUTERS/Kacper Pempel/Illustration/File Photo


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong perbankan untuk terus memperkuat tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasinya (TI). Seiring transformasi perbankan menuju digital banking.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK, Teguh Supangkat, ada tantangan yang perlu diantisipasi perbankan seperti perlindungan dan pertukaran data nasabah, risiko kebocoran data nasabah terkait dengan fraud. Juga kemungkinan ketidaksesuian investasi teknologi dengan strategi bisnisnya.

“Risiko serangan siber menjadi salah satu risiko utama yang perlu diwaspadai dan dimitigasi oleh perbankan di era digital, mengingat perkembangan digitalisasi di perbankan meningkatkan timbulnya risiko keamanan siber bagi bank,” kata Teguh secara virtual pada Senin (29/11).

Untuk mengantisipasi risiko tersebut, OJK telah mengeluarkan roadmap pengembangan perbankan Indonesia sampai dengan 2025 yang menjadi acuan dalam kebijakan dan pengaturan ke depan. OJK akan mendorong perbankan untuk terus memperkuat terkait dengan tata kelola dan manajemen risiko TI (teknologi informasi).

Baca Juga: Jaga stabilitas sistem keuangan, OJK fokus melakukan pengawasan perbankan

"Kemudian mengadopsi teknologi terkini, kemudian melakukan kerjasama terkait TI dan mengimplementasikan advance digital banking,” papar dia.

Bank Indonesia (BI) juga memiliki cara tersendiri dari segi pengamanan data digital setiap nasabah yang ada di sistem pembayaran nasional. Salah satu caranya adalah dengan melakukan komunikasi intens dengan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP).

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Retno Ponco Windarti pun mengungkapkan, bahwa dampak dari kebocoran data cukup fatal dan harus dibereskan secepat mungkin.

“Kita memberikan waktu maksimal 1 jam dari kejadian harus lapor. Lalu, kita lakukan pembahasan, audit untuk mencari apa penyebab sebenarnya,” jelasnya dalam seminar nasional Digital Economic in Collaboration: The Importance of Cyber Security To Protect Financial Sector in The New Age.

Ia menegaskan akan memberikan sanksi pada PJP dan PIP yang teledor dalam melakukan kewajibannya. Sehingga, keamanan digital menjadi salah satu faktor yang perlu diutamakan dalam industri jasa keuangan. "Akhirnya kita juga bisa memberikan sanksi kalau memang pada level-level tertentu kejadian tersebut terjadi karena keteledoran dan tidak memenuhi ketentuan yang ada," papar dia.




TERBARU

[X]
×