kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

OJK siap menyusun benchmark premi banjir


Rabu, 03 April 2013 / 08:35 WIB
OJK siap menyusun benchmark premi banjir
ILUSTRASI. Ada banyak ciri-ciri radang tenggorokan yang sebaiknya Anda perhatikan.


Reporter: Feri Kristianto | Editor: Roy Franedya

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) langsung merespons himbauan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang meminta pembatalan tarif perluasan banjir made in Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), karena berpotensi kartel. Otoritas lembaga keuangan ini berencana mengeluarkan tarif acuan perluasan banjir asuransi properti.

Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, mengatakan sedang memproses pembuatan acuan dengan membentuk tim kajian gabungan ahli dari Jepang, regulator serta asosiasi. Acuan ini akan rampung akhir 2013.

Nantinya, hasil kajian dapat berupa premi banjir terpisah maupun perluasan, seperti yang sempat dikeluarkan asosiasi. Regulator mengharapkan, beleid ini akan menghilangkan anggapan kartel oleh KPPU. Sebab, di beberapa negara, tarif acuan menjadi hal lazim. Tujuannya, agar industri sehat bukan kartel.

Selain itu, sejatinya tarif acuan kendaraan bermotor tidak bersifat mengikat. Asalkan memiliki data statistik yang memadai, perusahaan asuransi bisa membuat tarif sendiri.

Firdaus mengungkapkan AAUI mengeluarkan tarif acuan tersebut karena banyak pelaku meminta acuan tarif ke asosiasi. "Sebenarnya niat asosiasi bukan untuk kartel," bela Firdaus, Selasa (2/4).

Informasi saja, KPPU meminta penetapan premi asuransi banjir dibatalkan. Wasit persaingan usaha itu mencium praktek kartel dalam penetapan premi ini. KPPU memandang bahwa pengaturan industri jasa asuransi, termasuk penetapan tarif premi risiko banjir ini, seharusnya tidak dilakukan oleh pelaku usaha. Penetapan sebaiknya oleh regulator, dalam hal ini OJK.

Kapler Marpaung, pengamat perasuransian mendukung rencana tersebut. Menurut dia, sudah seharusnya otoritas yang membuat tarif acuan. Pembuatan tarif bisa dilakukan oleh asosiasi jika keadaan mendesak, jika industri berpotensi rugi besar akibat bencana banjir. "Banjir di Jakarta tempo hari tidak sampai menyebabkan perusahaan rugi, sehingga belum memerlukan acuan tarif banji," ujarnya.

Asosiasi sendiri sudah menghentikan pelaksanan acuan premi perluasan banjir sejak 15 Maret lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×