Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok dua ketentuan soal Bank Umum, dan Kegiatan Usaha Bank Umum. Dua calon beleid ini akan mengubah landskap industri perbankan di tanah air.
Salah satu poin krusial dalam calon-calon beleid tersebut adalah soal pengelompokan bank yang tak lagi akan dihitung berdasarkan entitas melainkan Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KMBI).
KMBI 1 ditetapkan sebagai bank yang modal intinya di bawah Rp 6 triliun, KMBI 2 bermodal inti Rp 6 triliun sampai kurang dari Rp 14 triliun, KMBI modal intinya Rp 14 triliun sampai kurang dari Rp 70 triliun, dan paling besar KMBI 4 bermodal inti lebih dari Rp 70 triliun.
Baca Juga: Prospek saham bank Himbara dinilai ciamik di tahun 2021, ini rekomendasi dari analis
Nilai modal inti yang jadi patokan jauh meningkat dibandingkan pengelompokan sebelumnya dengan konsep Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU). Dimana BUKU 1 bermodal inti kurang dari Rp 1 triliun, BUKU 2 bermodal inti Rp 1 triliun sampai kurang dari 5 triliun, kemudian BUKU 3 modal intinya Rp 5 triliun sampai Rp 30 triliun, dan BUKU 4 di atas Rp 30 triliun.
“Untuk big four sebenarnya tak terlalu berpengaruh karena modal inti mereka ada di atas Rp 70 triliun. Mungkin ini akan berpengaruh kepada bank kecil dan menengah, ” ujar Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma kepada KONTAN, Selasa (5/1).
Seperti penjelasan Suria, rencana pengelompokan anyar ini memang tak akan mempengaruhi empat bank papan atas yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Sebab modal inti keempat bank tersebut telah lebih dari Rp 100 triliun, sehingga akan tetap menjadi bank papan atas.
Hal berbeda terjadi pada empat bank jumbo lainnya yaitu PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA), PT Bank Panin Tbk (PNBN), PT Bank Danamon Tbk (BDMN), dan PT Bank Permata Tbk (BNLI). Keempat bank yang berstatus BUKU 4 ini berpotensi turun kasta menjadi KBMI 3 lantaran modal intinya masih di bawah Rp 70 triliun.
Baca Juga: Pinjaman P2P lending tumbuh 96,19% jadi Rp 146,25 triliun hingga November 2020
Meski demikian Presiden Direktur Bank Panin Herwidayatmo menyatakan hal tersebut tak akan berpengaruh terhadap kinerja perseroan. “Oke saja, tidak ada masalah,” ujarnya kepada KONTAN.
Sementara Presiden Direktur PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) Taswin Zakaria enggan mengomentari hal ini. “Sebaiknya kami tidak berkomentar dulu karena regulasinya juga belum terbit. Pengelompokan BUKU sebelumnya juga berbasis modal bank,” ujarnya kepada KONTAN.
Mengacu laporan keuangan Maybank Indonesia sampai September 2020, modal inti perseroan tercatat sebesar Rp 24,821 triliun. Sehingga bank BUKU 3 ini kelak masih akan diklasifikasikan sebagai KBMI 3.
Suria pun menambahkan sejatinya pengelompokan anyar ini memang tak akan mempengaruhi kinerja para bank yang turun kasta. Alasannya, Konsep KBMI tak serta merta mengatur kegiatan usaha bank, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan BUKU.
“Ketentuan terkait penyelenggaraan produk bank yang semula hanya dikaitkan dengan modal inti bank disesuaikan menjadi pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan nasabah dengan tetap memperhatikan kemampuan permodalan dan pengelolaan risiko,” tulis calon beleid Kegiatan Usaha Bank.
Di sisi lain, penurunan kasta sejatinya bisa sedikit mengurangi kewajiban bank. Misalnya ketentuan soal pembentukan modal penyangga yang wajib dibentuk BUKU 3, BUKU 4 sebelumnya akan tetap diberlakukan bagi KBMI 3, dan KBMI 4. Sehingga BUKU 3 yang misalnya turun kasta jadi KBMI 2 tak lagi diwajibkan membentuk modal penyangga.
Baca Juga: Bank Bukopin (BBKP) dikuasai Kookmin, kepemilikan negara kini tersisa 3,18%
Mendorong pertumbuhan
Suria menambahkan beleid ini sejatinya merupakan tindak lanjut OJK buat mendorong pertumbuhan sekaligus konsolidasi industri perbankan. Sebab dengan meningkatnya acuan modal inti yang jadi dasar pengelompokan bank kecil menengah juga akan terpacu buat menambah modalnya.
Tahun lalu, OJK juga telah mendorong konsolidasi perbankan dengan merilis ketentuan modal inti minimum bank Rp 1 triliun untuk tahun ini. Dan bertahap akan ditingkatkan menjadi minimum Rp 2 triliun pada 2022, dan minimum Rp 3 triliun pada 2023.
Di sisi lain, calon beleid ini juga turut meningkatkan modal disetor untuk mendirikan bank dari minimum Rp 3 triliun menjadi minimum Rp 10 triliun. “Ini bisa dilihat untuk mengukur keseriusan pihak yang mau mendirikan bank untuk setor modal yang tinggi. Bank baru kalau mau serius beroperasi memang harus langsung besar,” lanjut Suria.
Sementara ketentuan lain yang cukup penting adalah terkait bank digital. Calon beleid ini juga telah mulai memasukkan definisi bank digital sebagai bank yang memiliki modal bisnis yang kegiatan usaha utamanya melalui saluran elektronik.
Baca Juga: OJK cabut izin pembentukan unit syariah Asuransi Bina Dana Arta (ABDA)
Yang menarik, bank digital justru diberi kelonggaran untuk tak memiliki kantor cabang guna beroperasi. Bank digital hanya diwajibkan memiliki satu kantor yang berfungsi sebagai kantor pusat.
Ini selaras dengan strategi sejumlah calon bank digital yang akan segera meluncur, misalnya PT Bank Digital BCA, entitas anak dari BCA dan merupakan transformasi dari PT Bank Royal Indonesia.
“Bank Digital BCA rencananya akan diluncurkan tahun ini, dan akan mengusung konsep branchless dimana pelayanan akan dilakukan dalam aplikasi,” ujar EVP Secretariat and Corporate Communication BCA Hera F Haryn kepada KONTAN.
Selanjutnya: Hingga November 2020, piutang pembiayaan multifinance terkoreksi 17,1%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News