kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.759.000   -6.000   -0,34%
  • USD/IDR 16.600   -40,00   -0,24%
  • IDX 6.236   74,40   1,21%
  • KOMPAS100 884   15,16   1,75%
  • LQ45 697   15,99   2,35%
  • ISSI 196   0,74   0,38%
  • IDX30 366   8,49   2,37%
  • IDXHIDIV20 443   9,73   2,24%
  • IDX80 100   1,98   2,01%
  • IDXV30 106   1,12   1,07%
  • IDXQ30 121   2,95   2,50%

OJK Soroti Risiko dan Ketidakseimbangan Premi dalam Asuransi Kredit


Senin, 24 Maret 2025 / 12:07 WIB
OJK Soroti Risiko dan Ketidakseimbangan Premi dalam Asuransi Kredit
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti berbagai tantangan dalam industri asuransi kredit, mulai dari ketidakseimbangan antara premi dan risiko klaim hingga moral hazard dalam penyaluran kredit.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti berbagai tantangan dalam industri asuransi kredit, mulai dari ketidakseimbangan antara premi dan risiko klaim hingga moral hazard dalam penyaluran kredit. 

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Djonieri mengatakan, kondisi ini telah membuat sejumlah perusahaan asuransi berada dalam tekanan finansial yang besar.

“Asuransi kredit ini menghadapi masalah serius. Klaim rasio di industri sudah mencapai 77,44%, dan jika ditambah dengan biaya akuisisi serta biaya lainnya, maka beban keuangan perusahaan asuransi bisa jauh lebih tinggi dari pendapatan preminya,” ujar Djonieri saat menghadiri acara di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (21/3).

Baca Juga: Tantangan Berat Asuransi Kredit: Rasio Klaim Tinggi Ancam Stabilitas Keuangan

Salah satu masalah utama yang disoroti OJK adalah premi asuransi kredit yang tidak mencerminkan risiko sebenarnya. Menurut Djonieri, banyak perusahaan asuransi yang menetapkan premi secara agresif demi memenangkan pasar tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang.

“Asuransi kredit itu seperti menutup sesuatu yang ‘gaib’ tanpa informasi yang jelas tentang debiturnya. Akibatnya, underwriting dilakukan secara sembarangan hanya berdasarkan persaingan harga, bukan analisis risiko yang matang,” jelasnya.

Selain itu, OJK juga menyoroti moral hazard dalam penyaluran kredit oleh perbankan dan lembaga pembiayaan. Saat ini, skema asuransi kredit memungkinkan lembaga pembiayaan untuk memberikan kredit tanpa seleksi yang ketat, karena jika terjadi gagal bayar, asuransi yang akan menanggung risikonya.

“Selama ini, kredit diberikan dengan prinsip ‘picing mata’ karena ada jaminan dari asuransi. Mau debitur itu kakek-kakek atau anak muda, pokoknya kasih saja, karena kalau gagal bayar, asuransi yang menanggung. Ini membuat industri asuransi selalu menjadi pihak yang dirugikan,” ujar Djonieri.

Masalah lain yang diangkat OJK adalah tata kelola subrogasi atau proses pemulihan piutang setelah klaim dibayarkan oleh asuransi. Saat ini, banyak perusahaan asuransi yang menerima bagian subrogasi yang sangat kecil dibandingkan dengan jumlah klaim yang sudah mereka bayarkan.

“Seharusnya, jika kreditur berhasil menagih 100, dan asuransi menanggung 75% dari klaim, maka bagian subrogasi yang dikembalikan ke asuransi juga harus proporsional. Tapi di lapangan, asuransi sering hanya mendapatkan bagian yang jauh lebih kecil,” kata Djonieri.

Baca Juga: Asuransi Kredit Jadi Lini Bisnis dengan Klaim Tertinggi, Begini Prospeknya pada 2025

Selanjutnya: Resep Kue Ijo yang Dicoba Jackson Wang di Indonesia, yuk Bikin Sendiri

Menarik Dibaca: Resep Kue Ijo yang Dicoba Jackson Wang di Indonesia, yuk Bikin Sendiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×