Reporter: Christine Novita Nababan, Febrina Ratna Iskana | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Para pengguna asuransi kendaraan bermotor dan harta benda akan bersorak. Pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berniat merevisi aturan tarif premi asuransi.
Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK mengatakan Surat Edaran Nomor 06/D.05/2013 terkait penetapan tarif premi dan aturan biaya akuisisi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor dan harta benda akan dievaluasi.
"Akan direvisi persentase preminya, tarifnya akan diturunkan," ujar Dumoly, kemarin. Namun, potensi penurunan tarif premi baru berlaku tahun depan.
Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) meminta OJK untuk melakukan evaluasi tarif premi di akhir ataupun awal tahun depan. "Ini belum setahun," kata Julian.
Selama ini, aturan yang termuat dalam SE 06 bagus untuk menyehatkan persaingan usaha di industri asuransi umum. Selain itu juga, peraturan tersebut membuat perusahaan asuransi lebih cermat dalam menghitung tarif preminya.
Para pelaku industri juga berharap dalam surat edaran tarif premi harus mencantumkan pelaksanaan yang lebih detil. Misalnya, penerapan tarif premi untuk bangunan atau gedung. "Masukan-masukan tersebut kami sudah teruskan ke OJK," kata Julian
Menurutnya, penetapan persentase tarif premi harus berdasarkan pada basis data premi dan klaim dari industri asuransi yang dikumpulkan. "Kalau sekarang dilakukan revisi, tidak mencukupi juga datanya," jelas Julian.
Chairman One Shildt Financial Planning Risza Bambang menyarankan kepada OJK untuk mengevaluasi SE tarif premi dengan memberikan profil risiko yang ditanggung produk asuransi. Saat ini, tingkat premi asuransi sama rata. "Kasihan yang membayar lebih tinggi dan untung bagi yang membayar lebih rendah," tutur Risza.
Dalam menentukan tarif premi asuransi, Risza bilang ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, apakah tarif tersebut sesuai dengan daya beli masyarakat. Kedua, apakah tarif tersebut membantu perusahaan asuransi untuk memenuhi kewajiban pembayaran klaim. "Kalau sampai industri ini punya pendapatan premi yang terlalu kecil untuk membayar klaim, maka OJK harus bertanggung jawab," imbuh Risza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News