Reporter: Issa Almawadi, Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perbankan merasa khawatir dengan rencana Bank Indonesia (BI) dan Ditjen Pajak yang bakal mengenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) bagi pembelian rumah mewah. Sebab, ini akan menjadi pukulan beruntun setelah BI menerbitkan aturan loan to value (LTV) yang ujung-ujungnya akan memperlambat pertumbuhan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR).
Kelak, pengenaan PPnBM bagi rumah mewah tak hanya berdasar luas tanah dan bangunan saja seperti saat ini. Tapi, juga berdasarkan harga jual rumah.
Henry Koenaifi, Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA) mengatakan, rencana penerapan pajak properti mewah itu akan berimbas pada perlambatan KPR bank. Terutama, kalau batasan harga jual rumah mewah seharga Rp 2 miliar per unit. "Kalau harga Rp 2 miliar terkena PPnBM, ya repot," ucap Henry kepada KONTAN, Senin (2/3).
Maklum saja, harga rumah dan apartemen di Jakarta terus meroket kendati dari sisi luas tanah dan bangunan belum masuk kategori mewah. Pengenaan PPnBM akan menambah biaya bagi konsumen sehingga akan berdampak terhadap pembiayaan rumah.
Setali tiga uang, Abdul Rachman, Direktur Konsumer Bank Mandiri mengatakan, setiap ada tambahan beban untuk konsumen seperti pajak, tentunya akan ada pengaruh ke penjualan rumah. "Namun, nanti seiring waktu akan terbiasa lagi sama seperti aturan pajak dan kredit mobil," kata Rachman.
Tony Tardjo, Head of Consumer Lending Bank CIMB Niaga menilai, rencana pajak rumah mewah bakal mempengaruhi permintaan KPR. Sampai akhir 2014, setengah dari portofolio KPR CIMB Niaga yang mencapai Rp 23 triliun diisi KPR menengah ke atas. "Keputusan tersebut bakal mempengaruhi penjualan properti," ucap Tony.
Asal tahu saja, kontribusi rumah mewah terhadap KPR memang belum mayoritas. BI mencatat, porsi pembiayaan kredit rumah tipe menengah dan besar, yaitu di atas 70 m² mencapai 35% atau Rp 194,11 triliun terhadap total kredit properti bank yang sebesar Rp 554,6 triliun hingga Desember 2014. Angka ini turun dari tahun 2013 yang porsi kreditnya mencapai 37% dari total kredit.
"Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan porsi sebelum diterapkan aturan LTV," kata Darsono, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI.
Menurut Darsono, pengenaan PPnBM bukan untuk menurunkan porsi pembiayaan rumah mewah. Tapi untuk memitigasi risiko sektor keuangan yang berasal dari properti. Seperti diketahui, tujuan BI dan Ditjen Pajak menerapkan pajak rumah mewah, agar kenaikan harga rumah mewah tidak menjalar ke tipe rumah rumah lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News