Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna mendorong industri otomotif dalam negeri, pemerintah berencana memangkas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) hingga 0%. Bila tidak ada aral melintang, kebijakan ini akan berlangsung hingga akhir 2020.
Kendati demikian, pelaku multifinance menilai, kebijakan ini belum cukup kuat memacu kinerja pembiayaan yang tenag tertekan dampak pandemi. PT BNI Multifinance menyatakan relaksasi ini akan memberikan dampak penurunan harga dari mobil yang dijual.
“Namun seperti kita ketahui bahwa pihak ATPM sudah banyak melakulan berbagai upaya untuk mempertahankan penjualan mobil dengan berbagai gimmick. Antara lain diskon tunai, DP 0%, cicilan suka suka, namun hasilnya masih kurang maksimal,” ujar Direktur Utama BNI Multifinance Hasan Gazali kepada Kontan.co.id, Rabu (16/9).
Dus, perlu melihat lebih jauh penyebab lemahnya permintaan kendaraan bermotor. Ia melihat, penurunan tersebut bisa jadi lantaran daya beli konsumen. Lalu penanganan Covid 19 juga akan menentukan konsumen untuk menunda atau segera membeli suatu barang diluar kebutuhan pokok.
“Saat ini yang cukup kuat menunjang pembelian mobil dan kendaraan bermotor, sekiranya perusahaan memiliki program car ownership program (COP) dan motorcycle ownership program (MOP). Pada program COP dan MOP ini, karyawan dibantu pemenuhan uang muka,” tambah Hasan.
Baca Juga: Pasar otomotif membaik, pembiayaan motor Adira Finance ikut terkerek
Bila program ini dijalankan, akan signifikan menunjang pemulihan penjualan mobil dan sepeda motor. Multifinance pun akan lebih percaya diri karena ada dukungan dari perusahaan yang berdasarkan analisa bonafit.
Hasan menyebut pembelian kendaraan baru yang melalui BNI Multifinance sejak Januari hingga Juni 2020 sebanyak 325 unit senilai Rp 157,98 miliar.
Direktur PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo mengakui, pemangkasan pajak ini akan menurunkan harga jual kendaraan. Sehingga harga kendaraan bermotor akan lebih terjangkau.
“Tetapi hal ini harus jelas kapan berlakunya, karena customer yang mau beli jadi wait and see. Tentunya harga yang lebih terjangkau bisa memacu pembelian,” kata Harjanto kepada Kontan.co.id.
Harjanto menilai, hal yang paling penting saat ini ialah bagaimana pemerintah terus berupaya agar ekonomi dapat bergerak. Lantaran bila ekonomi bergerak daya beli masyarakat akan meningkat. Otomatis permintaan pembiayaan akan deras kembali.
“Menurut saya kebijakan pemerintah saat mengurangi pajak barang mewah bertujuan agar ekonomi bisa bergerak lebih baik khususnya Industri otomotif dengan mengorbankan pemasukan dari pajak,” tambah Harjanto.
Bisnis multifinance memang tertekan pandemi Covid-19. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, piutang pembiayaan multifinance turun 10,28% yoy di Juli 2020. Penurunan itu lebih dalam dibandingkan Juni 2020 hanya turun 7,27% yoy.
Selanjutnya: Bisnis multifinance tertekan akibat penutupan diler mobil saat PSBB Jakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News