Reporter: Maria Gelvina Maysha | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan penurunan nilai manfaat (PNM) dari klaim polis yang dibayarkan oleh PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (Bumiputera) ternyata menghasilkan kritik dari pemegang polis. Para pemilik polis menganggap rencana Bumiputera itu dianggap keputusan sepihak.
Salah satu pemegang polis dan Koordinator Tim Biru Dwi Purwati mengatakan, Bumiputera tidak mengabari para pemegang polis terlebih dahulu terkait PNM tersebut. Apalagi dengan adanya PNM itu, pemegang polis merasa dirugikan.
“Saya sangat-sangat menolak. Saya sangat tidak setuju dengan kebijakan itu karena menurut saya itu semacam keputusan sepihak. Kami merasa tidak terwakilli oleh si pengambil keputusan,” ujar Dwi kepada Kontan, Minggu (19/2).
Bahkan pihak pemegang polis mengaku, baru mengetahui kebijakan PNM hanya mengetahui dari sosial media. Lebih lanjut, Dwi bilang, hingga saat ini Bumiputera sulit untuk ditemui dan diajak diskusi dengan para pemegang polisi.
Baca Juga: AJB Bumiputera akan Bayar Klaim Tertunda, Simak Prosedur Pengajuannya
“Kami sudah bersurat sejak Kamis (2/2). Selama ini yang menemui hanya perwakilan. Menurut kami beliau-beliau ini tidak bisa menjawab apa yang menjadi unek-unek kami. Kami sebenarnya ingin bertemu langsung dengan pak Direktur,” jelas Dwi.
Lalu, terkait skema pengajuan klaim, Dwi juga menyampaikan bahwa hal tersebut belum disosialisasikan oleh kepala wilayah atau kepala cabang. Hanya ada beberapa informasi yang mereka dapat dan itu pun belum bisa dipercaya karena belum diumumkan secara gamblang oleh pihak pusat ke daerah.
Adapun berdasarkan aturan skema pengajuan, klaim yang nilainya Rp 5 juta ke bawah akan dikenakan PNM sebesar 50% dan dibayarkan sekali di tahun 2023. Akan tetapi, jika nilai klaim lebih dari Rp 5 juta akan dikenakan PNM 50% dan dibayarkan dua tahap di periode tahun berbeda.
Dwi menilai pembayaran klaim itu pun tidak mungkin akan dibayar serentak kepada semua pemegang polis.
“Itupun tidak mungkin langsung semua klaim terbayar. Pasti ada semacam antrian-antrian. Misal dari tahun tertua atau lainnya,” pungkas Dwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News