Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan surat utang industri multifinance cenderung melambat di awal tahun. Sejak bulan Januari hingga Februari 2019, penerbitan obligasi turun tipis dibandingkan tahun lalu.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai Februari 2019, penerbitan surat utang multifinance turun 1,02% menjadi Rp 73,26 triliun. Sementara sampai Januari 2019, penerbitan surat utang juga menyusut 3,61% menjadi Rp 71,72 triliun.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno tidak menjelaskan secara gamblang alasan kenapa penurunan penerbitan surat utang tersebut. Yang jelas, kata dia, penerbitan surat utang mempertimbangkan aspek kebutuhan pendanaan dan strategi bisnis di masing-masing perusahaan.
“Ada perusahaan yang menargetkan obligasi di awal tahun, dan ada juga yang melanjutkan skema pendanaan tahun di sebelumnya. Karena setiap perusahaan punya strategi yang berbeda-beda,” kata Suwandi kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Suwandi menegaskan bahwa multifinance yang bisa menerbitkan surat utang adalah perusahaan besar dan mempunyai rating obligasi tinggi. Tingkat rating tersebut memberikan kepercayaan bagi investor untuk berinvestasi di instrumen obligasi yang diterbitkan perusahaan multifinance.
Biasanya, para investor berasal dari perusahaan dana pensiun yang ingin memenuhi batas minimal investasi di surat berharga negara (SBN) di awal tahun.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 1/2016 tentang investasi bagi lembaga jasa keuangan non-bank. Dalam aturan ini menjelaskan bahwa batas investasi perusahaan dana pensiun ke instrumen SBN yaitu minimal 30% dari total investasi perusahaan.
“Pembeli obligasi korporasi ini adalah perusahaan dana pensiun karena mereka harus memenuhi ketentuan investasi ke obligasi minimal 30% di awal tahun. Kalau dipenuhi di pertengahan tahun maka mereka akan sulit,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News