Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Praktik lembaga keuangan koperasi di Tanah Air dinilai masih berkutat pada sektor simpan pinjam. Hal ini tentunya perlu adanya dorongan dari pemerintah dan regulator dalam memperbaiki aturan industri koperasi.
Pengamat Koperasi sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi (Akses) Suroto menyatakan, alasan sektor keuangan lainya tidak banyak dikembangkan dengan basis koperasi, sebab regulasi maupun kebijakan pemerintah dan lembaga otoritas yang mengatur sektor keuangan belum banyak merekognisi dan membuat aturan penjelasnya.
“Sebut misalnya di Undang-Undang (UU) Perasuransian yang selama ini telah mengakui badan hukum koperasi di dalamnya, tapi Peraturan penjelasnya berupa POJK atau Peraturan Pemerintah (PP) belum mengatur soal ini. Sehingga masyarakat pada akhirnya tidak mampu memanfaatkan keberadaan badan hukum koperasi ini. Seharusnya hal hal seperti ini yang perlu segera diperjelas aturanya dan segera diselesaikan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/10).
Baca Juga: RPOJK Koperasi Dinilai Melanggar dan Berpotensi Merugikan Koperasi
Suroto mengungkapkan, kesemerawutan soal regulasi yang mengatur koperasi simpan pinjam dan sektor keuangan ini memang sudah lama terjadi.
Misalnya, dalam UU Lembaga Kuangan Mikro (LKM) yang kewenangan pengawasanya tumpang tindih antara OJK dengan Kementerian Koperasi dan UKM. Akibatnya, sering tidak sinkron dan saling lempar tanggungjawab ketika terjadi masalah di koperasi.
“Ditambah lagi dengan kekacauan istilah sekarang ini, ada pembagian koperasi close loop dan open loop yang belakangan ini ramai diperbincangan, di mana nantinya OJK akan mengawasi koperasi open loop, sementara close loop ada di Kemenkop UKM,” ungkapnya.
Suroto menuturkan, istilah koperasi open loop yang melayani non anggota untuk sektor keuangan itu sudah keluar dari prinsip perkoperasian. Menurutnya, definisi koperasi itu lembaga bisnis milik anggota dan dalam konteks kelembagaan keuangan disebut sebagai user oriented firm.
“Idealnya, soal pengaturan koperasi di sektor keuangan ini memang perlu diatur tersendiri dan atau kalaupun diatur oleh OJK harus dibuat dalam kompartemen khusus yang didalamnya diadakan pengaturan dan perumusan kebijakan agar mereka tetap tidak dianaktirikan dan tetap hargai prinsip koperasi,” terangnya.
Baca Juga: Gobel: Ekonomi Desa Adalah Fondasi Ekonomi Nasional
Dia bilang, selama ini prinsip koperasi telah terbukti sukses menjadi kekuatan koperasi sebagai organisasi yang mengatur diri sendiri (self-regulated organization). Dia mencontohkan, koperasi asuransi NTUC Income perusahaan asuransi besar nomor dua di negara Singapura.
Berikutnya, Cooperative Financial Network-BVR yang tumbuh kuat sebagai jaringan koperasi sektor keuangan di Jerman, The Cooperator di Kanada dan lain-lain.
Suroto menambahkan, pengaturan koperasi yang buruk ini tentu akan berdampak buruk bagi tumbuh dan berkembangnya koperasi.
“Seharusnya pemerintah dan terutama OJK ini mendengarkan aspirasi dan masukan dari gerakan koperasi dan kalau perlu lakukan benchmark ke negara lain yang telah sukses bangun kelembagaan keuangan koperasi,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News