kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RPOJK Koperasi Dinilai Melanggar dan Berpotensi Merugikan Koperasi


Minggu, 22 Oktober 2023 / 18:47 WIB
RPOJK Koperasi Dinilai Melanggar dan Berpotensi Merugikan Koperasi
ILUSTRASI. OJK tengah menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Koperasi di Sektor Jasa Keuangan (KSJK).


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Koperasi di Sektor Jasa Keuangan (KSJK). Draft RPOJK ini bahkan telah diterbitkan sejak Selasa (10/10).

Adapun tujuan dikeluarkannya darft RPOJK Koperasi tersebut dimaksudkan untuk meminta tanggapan dari masyarakat umum.

“Dalam rangka penyusunan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Koperasi di Sektor Jasa Keuangan (RPOJK KSJK), maka kami bermaksud meminta tanggapan terhadap rancangan tersebut kepada masyarakat umum. Adapun draft RPOJ?K dimaksud dapat diunduh pada materi terlampir,” tulis OJK.

Diharapkan tanggapan dari masyarakat terhadap RPOJK Koperasi ini dapat disampaikan paling lambat 27 Oktober 2023.

Baca Juga: Gobel: Ekonomi Desa Adalah Fondasi Ekonomi Nasional

Di dalam draft RPOJK Koperasi ini ada beberapa poin baru dari POJK Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Usaha Pergadaian yang masih berlaku sampai saat ini.

Berdasarkan riset Kontan.co.id, baleid RPOJK Koperasi pada Pasal 4 menyebut koperasi yang telah menjalankan kegiatan usaha dan memenuhi kriteria koperasi yang melaksanakan kegiatan di sektor jasa keuangan dapat bertransformasi menjadi lembaga jasa keuangan.

Jika ditelaah, transformasi koperasi bisa menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR), layanan urun dana berbasis teknologi informasi (securities crowdfunding), perusahaan perasuransian, lembaga penjamin, perusahaan pembiayaan (multifinance), perusahaan pembiayaan infrastruktur, perusahaan modal ventura (PMV), layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (fintech), perusahaan pergadaian dan LKM.

Sementara di dalam POJK Nomor 10 Tahun 2021 pada pasal 31 hanya menyebut LKM wajib bertransformasi menjadi BPR atau BPR Syariah.

Baca Juga: Menarik Investor, Harus Memutus Rantai Birokrasi yang Panjang

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Koperasi sekaligus Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi (Akses), Suroto menyampaikan dalam RPOJK tersebut di dalamnya banyak hal yang secara landasan filosofis melanggar dan berpotensi merugikan bagi koperasi.

Menurut Suroto, salah satunya transformasi kelembagaan koperasi simpan pinjam menjadi lembaga koperasi jasa keuangan.

“Istilah transformasi koperasi sebagai lembaga jasa keuangan ini sudah salah terminologi. Koperasi itu bentuk badan hukum persona ficta yang sama kedudukannya dengan badan hukum bisnis seperti halnya perseroan,” ujar Suroto kepada Kontan.co.id, Minggu (22/10).

Suroto menjelaskan, memang koperasi di semua negara boleh menyelenggarakan kegiatan di bidang keuangan tanpa batasan, baik di bidang simpan pinjam, asuransi, pegadaian, kepialangan, penjaminan dan lain-lain.

“Justru di bidang asuransi misalnya, koperasi itu banyak berperan. Perusahaan koperasi asuransi itu menjadi usaha paling banyak masuk deretan 300 koperasi besar dunia dari jenis atau sektor koperasi. Jumlahnya mencapai 30% lebih. Sebab, prinsip kerja mutual dan praktik solidaritas dari bisnis asuransi ini berkesesuaian dengan misi koperasi,” imbuh dia.

Baca Juga: Menkop UKM: RUU Perkoperasian Perlu Segera Dibahas dan Disahkan

Suroto bilang, arah RPOJK soal proses transformasi koperasi, terutama simpan pinjam menjadi lembaga jasa keuangan ini sudah cacat secara epistemologis, kurang dipahami aspek filosofinya.

“Ini juga justru potensi merusak citra koperasi yang secara definisi adalah sebagai lembaga milik anggota yang dikelola dan dikendalikan secara otonom dan demokratis,” kata dia.

Selain itu, Suroto menyoroti penyebutan Anggota Pengendali yang disebut dalam pasal 9 ayat (3) poin c disebut-sebut bukan bahasa koperasi, melainkan bahasa korporasi yang berpotensi ke penyimpangan terhadap nilai dan prinsip koperasi.

“Saya tahu, selama ini istilah tersebut muncul karena ada aturan lain yang tingkatnya di bawah Undang Undang seperti Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mengharuskan adanya ketentuan penyebutan bagi anggota pengendali tersebut,” terangnya.

Dia menambahkan, peraturan yang tidak sesuai dengan landasan filosofi koperasi itu terus dipaksakan untuk merombak aturan-aturan di atasnya. “Ini adalah bentuk praktik kekacauan hukum yang seharusnya tidak terjadi,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×