Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - YOGYAKARTA. Industri penjaminan di Indonesia diharapkan untuk fokus membantu meningkatkan kapasitas dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sehingga bisa naik kelas, bukan pada sekadar mencari keuntungan.
Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan, mendorong pelaku UMKM, terutama skala mikro dan kecil untuk naik kelas sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, UMKM menjadi tulang punggung perekonomian nasional dengan kontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 90% tenaga kerja.
Di tengah dominasi tersebut, masih banyak pelaku usaha mikro dan kecil yang dinilai memiliki bisnis layak secara ekonomi, tetapi belum bankable secara administratif. Kondisi ini membuat mereka kesulitan mengakses pembiayaan perbankan. Di sinilah peran penting industri penjaminan.
Menurut Toto, untuk semakin memperkuat kontribusi UMKM terhadap PDB, Indonesia perlu belajar dari benchmark industri penjaminan di dunia, salah satunya Korea Selatan. Negara ini memiliki lembaga penjaminan besar bernama Korea Credit Guarantee Fund (KODIT).
“Pemerintah Korea tidak menuntut KODIT mengejar laba atau target keuntungan tahunan, melainkan berfokus pada seberapa banyak lembaga tersebut mampu membantu UMKM tumbuh dan naik kelas,” tutur Toto, Jumat (31/10).
Baca Juga: Jamkrindo Jamin Lebih dari 189.000 UMKM Jawa Barat, Nilai Tembus Rp 12,28 Triliun
Pendekatan ini terbukti efektif. Melalui dukungan penjaminan dan pembinaan, kata Toto, KODIT berhasil melahirkan banyak bisnis baru yang awalnya berskala kecil menjadi perusahaan menengah dan besar. Bahkan, sebagian berhasil menembus pasar regional dan global.
Model semacam ini bisa menjadi inspirasi bagi Indonesia. Dengan menggeser orientasi industri penjaminan dari sekadar mengejar profit menjadi agen penggerak peningkatan kapasitas UMKM, ekosistem usaha kecil dalam negeri berpotensi tumbuh lebih berkelanjutan dan kompetitif hingga bisa menembus pasar ekspor.
Sementara itu, PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), sebagai perusahaan penjaminan terbesar di Indonesia berkomitmen menghadirkan solusi penjaminan yang inovatif, kompetitif, dan berkelanjutan untuk meningkatkan aksesibilitas finansial para pelaku usaha UMKM.
Plt. Direktur Utama PT Jamkrindo Abdul Bari mengatakan, Jamkrindo mendapat mandat besar dari pemerintah dalam mendukung perekonomian nasional. Untuk itu, pihaknya berupaya terus membuka akses pembiayaan bagi pelaku usaha yang feasible namun belum bankable. “Selain memberikan layanan penjaminan, Jamkrindo juga aktif melaksanakan berbagai program pendampingan dan pelatihan bagi UMKM,” ucap Bari.
Sepanjang tahun ini telah digelar Roadshow Literasi Keuangan dan Digital Marketing di 10 kota serta kelas bisnis Kriyativepreneur di Bantul, Yogyakarta yang bertujuan meningkatkan kapasitas dan daya saing UMKM agar lebih adaptif di era digital.
Baca Juga: Jamkrindo Catatkan Penjaminan Kredit di Sektor Pertanian Rp 35,78 Triliun
Jamkrindo juga konsisten mendampingi UMKM binaan di berbagai daerah, seperti Nur Parwanto Silver di Kotagede, Yogyakarta, yang menjadi contoh keberhasilan sinergi antara dukungan pembiayaan dan pengembangan kapasitas usaha.
Dengan jaringan luas mencakup 9 kantor wilayah, 54 kantor cabang, dan 15 unit pelayanan di seluruh Indonesia, Jamkrindo memastikan layanan penjaminan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk di daerah terpencil.
Per September 2025, Jamkrindo telah mencatatkan volume penjaminan sebesar Rp186,76 triliun per September Itu terdiri dari penjaminan KUR sebesar Rp116,54 triliun dan non-KUR sebesar Rp70,21 triliun. Melalui penyaluran ini, Jamkrindo telah membantu lebih dari 4,4 juta pelaku UMKM serta menyerap sekitar 11,69 juta tenaga kerja.
Dari sisi kinerja, perusahaan mencatatkan laba sebelum pajaksebesar Rp1,18 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun ini, atau 156,72% dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2025.
Direktur Manajemen SDM, Umum, dan Manajemen Risiko Jamkrindo, Ivan Soeparno, mengatakan pihaknya akan terus memperkuat fondasi bisnis melalui transformasi digital, pengembangan produk penjaminan yang lebih fleksibel, dan penguatan manajemen risiko berbasis data.
“Kami ingin memastikan setiap pelaku usaha memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Keberhasilan UMKM adalah keberhasilan Jamkrindo,” ujar Ivan.
Menurut Toto, posisi Jamkrindo saat ini tidak hanya mengejar profit, tetapi juga menjalankan misi sosial memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha kecil dan mikro. Karena itu, lanjutnya, Jamkrindo perlu dipandang sebagai katalis pembangunan ekonomi rakyat, bukan sekadar entitas bisnis dalam pengelolaan BUMN.
Baca Juga: Jamkrindo dan BNI Tandatangani Kerja Sama Penjaminan Bank Garansi Rp 5 Triliun
Seperti diketahui, pengaturan BUMN telah mengalami perubahan besar dalam beberapa waktu terakhir. Pada Januari 2025, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 sebagai tonggak restrukturisasi kelembagaan BUMN, disusul Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 yang menjadi amandemen keempat atas regulasi sebelumnya.
Perubahan tersebut melahirkan dua lembaga baru, yakni Badan Pengaturan BUMN berfungsi sebagai regulator dan pembina profesional BUMN dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang berperan mengelola aset BUMN secara lebih efisien dan transparan.
“Sekarang pertanyaannya adalah apakah pengelolaan Danantara hanya mencakup BUMN komersial atau juga BUMN dengan fungsi pelayanan publik, seperti Jamkrindo, yang berperan penting mendukung UMKM agar naik kelas. Ini jadi catatan penting bagi Danantara bagiamana memposisikan perusahaan penjaminan BUMN secara lebih tepat.” tandas Toto.
Selanjutnya: Insentif Mobil Listrik Berakhir Tahun Ini, GAC Aion Pastikan Tak Naikkan Harga
Menarik Dibaca: Jual Emas Anti Rugi, Ini Tips untuk Investor Emas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













