Reporter: Roy Franedya | Editor: Test Test
JAKARTA. Setiap tahun, tak sedikit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terkuras demi menanggulangi berbagai macam bencana, seperti gempa bumi. Demi menghemat APBN, para pengusaha mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk wadah asuransi seperti sindikasi (pool catrasthopy) atau mengikutsertakan masyarakat menjadi nasabah asuransi bencana alam.
Menurut Direktur Utama Maipark Frans Sahusilawane, dengan cara itu, pemerintah tak hanya menangani ketika bencana, terjadi tapi juga menyiapkan proteksi bagi masyarakat jauh sebelum bencana melanda negeri. "Ini menguntungkan negara karena risiko bencana ditanggung asuransi, sehingga tidak menggangu APBN dan pembangunan negara. Saat ini kami sedang menggagas pool tersebut," ujar Frans, Rabu (29/9).
Setiap tahun, pemerintah harus mengeluarkan kocek triliunan rupiah untuk penanganan bencana alam. Misalkan, pada tahun 2006 kucuran ke bencana alam mencapai Rp 11 triliun. Setahun berikutnya naik menjadi Rp 12 triliun.
Dia mengaku, sudah menyampaikan usulan tersebut ke pemerintah. "Tapi, agar terealisasi tentu harus melalui prosedur. Misalnya, pemerintah menetapkan anggaran. Lalu, membahasnya bersama legislatif," papar dia.
Agar pemerintah yakin dengan keikutsertaan dalam asuransi itu, lanjut Frans, pihak asuransi kemudian melakukan reasuransi ke perusahaan yang lebih kuat, biasanya milik asing.
Sekadar informasi, sebelumnya Federasi Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Asia Afrika (Federation of Afro-Asian Insurers and Reinsurers/FAIR) berencana membentuk sindikasi yang khusus menangani bencana alam. Saat ini, FAIR beranggotakan 246 perusahaan dari 52 negara di Asia dan Afrika. Di Indonesia, baru delapan perusahaan yang menjadi anggota FAIR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News