Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran kredit sindikasi perbankan masih prospektif kendati mengalami perlambatan di sisa tahun ini. Hal tersebut sejalan dengan korporasi yang masih menahan ekspansi karena perlambatan ekonomi akibat pandemi yang belum sepenuhnya pulih.
Jika mengacu pada Bloomberg League Table Reports, kesepakatan kredit sindikasi dari awal tahun hingga 13 Oktober 2023 dari sisi mandated lead arranger (MLA) mencapai 51 proyek dengan nilai mencapai US$ 21,74 miliar atau turun 2,05% secara tahunan atau year on year (YoY).
Dari nilai tersebut, ada 59 bank yang menjadi MLA dalam penyaluran kredit sindikasi tersebut. MLA merupakan pihak yang memimpin dalam pembentukan sindikasi tersebut.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Andry Asmoro menilai, pertumbuhan kredit sindikasi memang relatif lebih lambat dibandingkan tahun lalu karena sebagian besar disumbangkan oleh sektor mineral, tambang dan sektor yang terkait pemulihan ekonomi Global.
Baca Juga: BCA Salurkan Kredit Sindikasi Rp 1 Triliun untuk Proyek Pabrik Pupuk Pusri
"Saat ini tantangannya memang kepada pemilihan sektor yang masih prospektif yaitu sektor domestik based, termasuk telekomunikasi, kesehatan, F&B. Tahun ini saya masih yakin pertumbuhan kredit bisa menyentuh di 10%," ujarnya kepada kontan.co.id.
Menurutnya, strateginya tentu dengan melihat data perkembangan sektor dan per-region karena masing-masing daerah memiliki keunikan tersendiri dan memiliki peluang.
Andry menyebut, satu hal positif yang perlu diantisipasi adalah potensi suku bunga yang akan mencapai peak di tahun 2023 ini dan kemudian turun di tahun depan.
Pengamat Perbankan, SVP, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, penurunan kredit sindikasi hingga saat ini karena perlambatan ekonomi akibat pandemi yang belum sepenuhnya pulih, dan perusahaan-perusahaan korporasi yang masih menahan ekspansi.
"Untuk korporasi sendiri kecenderungannya stagnan atau masih menunggu pergerakan ekonomi. Prospek tahun ini kemungkinan kesepakatan pada kredit sindikasi akan stagnan atau sedikit lebih tinggi karena realisasi proyek infrastruktur," ujar Trioksa.
Baca Juga: BNI Jadi Lead Arranger Investasi Pupuk Sriwidjaja Senilai Rp 9,32 Triliun
Terlihat Bank Himbara menjadi bank yang paling gencar dalam menyalurkan kredit sindikasi. PT Bank Mandiri menjadi jawara dengan penyaluran kredit sindikasi mencapai nilai US$ 3,28 miliar, dengan pangsa pasar kredit sindikasi mencapai 15,11%.
Direktur Corporate Banking PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Susana Indah Kris Indriati menyampaikan, bahwa kredit sindikasi perseroan masih potensial. Sebagai bank yang fokus pada bisnis wholesale, perseroan memiliki keunggulan serta komitmen yang kuat dalam dukungan kepada pembiayaan berskema sindikasi.
"Kami berharap upaya ini juga dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Dalam menyalurkan kredit sindikasi, di tahun ini bank Mandiri menyasar ke sejumlah sektor, di antaranya energi hingga infrastruktur. Sejumlah perusahaan yang mendapatkan fasilitas kredit sindikasi di antaranya PT Perusahaan Gas Negara Tbk hingga anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), yakni PT Wika Realty.
Selain itu, BMRI juga menyasar proyek-proyek infrastruktur, kawasan industri, nikel pendorong kendaraan listrik (electric vehicle/EV), telekomunikasi maupun jasa kesehatan.
Di posisi kedua ditempati PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dengan nilai kredit US$ 2,44 miliar dan pangsa pasar 11,26%. Sementara di posisi ketiga ada PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang menyalurkan kredit sindikasi dengan nilai US$ 72,39 miliar dan pangsa pasar 11,02%.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengatakan, kredit Sindikasi masih menjadi alternatif skema pembiayaan BRI di dalam sektor korporasi seiring dengan kondisi ekonomi Indonesia yang terus membaik pasca pandemi.
"Penyaluran kredit sindikasi di BRI pada kuartal ketiga tahun 2023 masih on track sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perubahan (RKAP) yang telah ditetapkan," katanya.
Baca Juga: NIM Perbankan Kian Gemuk, Begini Strategi Bankir ke Depan
Sampai dengan bulan September 2023 BRI telah menyelesaikan beberapa Pembiayaan sindikasi dengan total Pembiayaan sindikasi US$ 1,69 miliar atau tumbuh 10,8% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Sektor Energi, Oil & Gas, Agribisnis, Pertambangan dan Manufaktur merupakan sektor-sektor yang masih mendominasi untuk dibiayai melalui skema pendanaan secara Sindikasi oleh BRI.
Selain itu, pembiayaan kepada beberapa sektor downstream pertambangan seperti pembiayaan kepada Smelter Mineral seperti Copper, Alumina dan Nickel dalam rangka ikut serta dalam mendukung kebijakan hilirasi pertambangan yang sejalan dengan himbauan pemerintah Indonesia sehingga rangkaian pemanfaatan nilai tambahnya dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
Di samping itu pembiayaan sindikasi yang dilakukan oleh BRI juga utamanya dapat memberikan multiplier effect yaitu value chain kepada segmen lain utamanya ke SME (small medium enterprise) yang merupakan core business dari BRI dalam upaya strengthening retail business.
Hendy menyebut, prospek pembiayaan sindikasi sampai dengan akhir tahun 2023 masih terbuka lebar dan BRI optimistis dengan pembiayaan melalui skema sindikasi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dari sektor-sektor bisnis yang menjadi andalan dari realisasi investasi Indonesia di tahun 2023.
Baca Juga: Bank Maluku Malut Resmi Gabung ke Kelompok Usaha Bank (KUB) Bank BJB
Selain Himbara, ada PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang telah menyalurkan kredit sindikasi senilai US$ 420,74 juta dengan pangsa pasar 7,95%.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan, hingga Agustus 2023, BCA telah mengelola kredit sindikasi sebesar Rp 136,4 triliun, dengan porsi partisipasi BCA dalam kredit sindikasi mencapai Rp 25,55 triliun.
Hera menuturkan, penyaluran kredit sindikasi dari BCA dilakukan sebagai bentuk komitmen dalam mendukung pengembangan infrastruktur di Indonesia.
Terutama kata Hera, kredit untuk proyek-proyek strategis nasional seperti infrastruktur jalan tol, konstruksi, dan kelistrikan. BCA pun menilai penyaluran kredit sindikasi pada akhir tahun ini masih menjanjikan.
"BCA turut berpartisipasi dalam kredit sindikasi dengan mempertimbangkan faktor risk appetite, posisi likuiditas dan modal, serta memilih proyek-proyek yang berpotensi memperkuat bisnis inti BCA," ujar Hera.
Ke depan, pihaknya melihat prospek kredit sindikasi masih prospektif, mengingat banyaknya permintaan untuk refinancing dan kebutuhan investasi atau modal kerja baru.
Ke depan, perseroan juga memiliki beberapa pipeline sindikasi yang ditangani di antaranya infrastruktur jalan tol, smelter, manufaktur, jasa keuangan, properti, dan telekomunikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News