Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penyelesaian masalah dana pensiun (dapen) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diperkirakan memakan waktu lama. Bahkan persoalan ini bisa memakan waktu dua tahun sampai tiga tahun bahkan lebih.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pendiri dapen BUMN harus bertanggung jawab untuk menambah modal (top up) ke perusahaannya yang tengah bermasalah.
Menurutnya, proses top up ini bisa memakan waktu lebih dari tiga tahun, namun itu tergantung dari perusahaan dapen BUMN itu sendiri.
“Kalau dia bisa top up dalam satu tahun permasalahan dia selesai. Kalau keuangannya belum kuat ya cicil buat 3 tahun. Namun good corporate governance (GCG)-nya dikonsolidasikan supaya jangan dapen ini dijadikan tempat korupsi, investasi bodong, cari return tinggi, padahal mereka pensiunan ingin aman,” ujarnya di Jakarta, Selasa (19/12).
Erick menjelaskan, perusahaan dapen pelat merah harus mendahulukan kepentingan pensiunan bukan berharap return alias imbal hasil tinggi saja. Untuk itu, dapen BUMN perlu menerapkan prinsip GCG dalam pengelolaan investasi.
“Pensiunan-pensiunan ini mengharapkan keamanan, bukan sekedar return yang besar untuk hanya goreng-goreng saham,” jelasnya.
Baca Juga: Duh, Menteri BUMN akan Laporkan Dua Dapen Pelat Merah Lagi ke Kejagung
Erick mencontohkan, investasi pada jangka waktu yang terbilang lama, 10 tahun sampai 15 tahun di instrumen surat utang negara merupakan investasi yang bisa dibilang cukup, dengan return 5% sampai 8%.
“Daripada return 20% (jangka waktu) 3 bulan, habis itu di bulan keenam, sembilan dan 12 ponzi sceme, hilang, kan banyak yang begitu,” terangnya.
Leboh lanjut, Erick menambahkan, perlu adanya dorongan kebijakan investasi dapen BUMN agar tak selalu mengharapkan imbal hasil yang tinggi. Selain itu, ia juga meminta agar manajemen keuangan dapen harus mengerti mengenai keuangan bukan seseorang yang sudah pensiun.
Staf Ahli Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi juga memperkirakan, membutuhkan waktu paling tidak tiga tahun untuk menyelesaikan top up dapen pelat merah ini. Tetapi, hal ini perlu melihat beberapa hal
“Pertama, komitmen pendiri sanggup mendukung penuh pendanaannya dan tentunya pendiri ya sehat keuangannya,” katanya kepada KONTAN.
Kedua, lanjut Bambang, perlu menyiapkan kepengurusan yang kompeten dalam hal ini dewan pengawas dan pengurus, serta amanah. Ketiga, penerapan tata kelola yang baik oleh seluruh stakeholder.
“Keempat, pengurus paham tentang profil risiko dan manajemennya, Kelima pencapaian rentabilitas secara kuantitas dan kualitas dengan baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bambang melihat, di tahun depan persoalan dapen BUMN ini realisasinya masih akan sama dengan tahun 2023 ini.
Memang sebelumnya Kementerian BUMN menyatakan perlu menyuntikan dana sebesar Rp 12 triliun ke dana pensiun pelat merah yang bermasalah. Salah satu penyuntikan dana itu melalui top up dari pendiri dapen BUMN tersebut.
“Memang ada kebutuhan penambahan modal sekitar Rp 12 triliun total,” kata Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo beberapa waktu lalu.
Tiko menambahkan saat ini pihaknya sedang melakukan pengelompokan mana saja dapen-dapen yang memang sangat kekurangan modal, mana yang ringan, dan dapen mana yang sudah memenuhi modal.
Kementerian BUMN juga sedang melakukan stres test dari dapen-dapen BUMN tersebut. Tujuannya untuk melihat mana dapen yang jika ada pergerakan suku bunga maupun harga saham masih ada ruang tumbuh.
Pengamat Industri Dana Pensiun Suheri menyampaikan, kewajiban dapen adalah membayar manfaat pensiun kepada para peserta. Sumber dana untuk membayar tersebut didapatkan dari iuran dan hasil investasi.
“Kalau total perhitungan aktuaria dari perbandingan dengan kewajiban atau liabilitas ini tidak sama jumlahnya atau kurang dari 100% maka dikatakan bahwa dana pensiun itu kurang sehat,” imbuhnya.
Baca Juga: Erick Thohir Batal Laporkan Dua Dapen BUMN ke Kejagung Bulan Ini
Suheri mengatakan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut dapen yang masuk dalam pengawasan khusus ini, merupakan dapen yang berada pada kategori 3. Dapen dalam kategori ini jika ditutup maka pembayaran kewajiban tidak terpenuhi.
“Pemantauan khusus itu berarti tingkatnya sudah rendah banget sudah kategori 3. Artinya ini bahaya, seandainya mau dibubarkan tetap tidak terpenuhi kebutuhannya, sehingga ini perlu pemantauan khusus supaya dia bisa sehat kembali,” jelasnya.
Mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) ini membeberkan, agar perusahaan itu sehat kembali maka pendiri harus memberikan suntikan dalam bentuk top up iuran tambahan.
Selain itu, Suheri menuturkan, yang perlu dicermati lagi kualitas aset investasi, apakah sudah melewati kajian yang proper dan sudah menghasilkan semua, atau ada aset-aset yang tidak bisa diinvestasikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News