Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus uang rusak karena disimpan sendiri di rumah masih marak terjadi di Tanah Air. Ada yang rusak karena lembaran uang kertas yang disimpan lama habis dimakan rayap dan ada pula yang lengket karena udara lembab.
Masih ingat kasus penjaga sekolah bernama Samin di Solo yang sempat viral tahun 2022 karena uang tabungan hajinya rusak dimakan rayap? Uang yang ditabung selama 2,5 tahun senilai Rp 50 juta, ia dapati rusak hampir seluruhnya.
Untung kasusnya viral, sehingga banyak pihak membantunya datang ke Bank Indonesia (BI) menangani masalah apes yang menimpanya. Namun, uang rusak itu juga hanya bisa ditukar ke BI jika masih bisa diindentifikasi. Hasilnya, hanya Rp 20 juta yang bisa ditukarkan.
Kasus serupa masih kerap terjadi setelahnya. Adanya viral lagi, namun ada yang kabarnya senyap mungkin karena tak ada akses ke media sosial atau karena jumlah uangnya yang rusak tak sebanyak Samin.
Sebetulnya kasus-kasus uang rusak ini sudah tak seharusnya terjadi. Saat ini membuka rekening di bank sudah sangat mudah, tak hanya di bank umum tapi juga di bank perekonomian rakyat (BPR).
Di era digital ini, membuka rekening sudah sangat mudah, terutama untuk masyarakat yang sudah punya akses ke jaringan internet. Bank-bank kini sudah bertransformasi dengan menghadirkan layanan buka rekening secara online. Seluruh transaksi juga sudah bisa dilakukan secara digital.
Bagi belum punya akses ke internet atau belum melek digital, bisa mengakses perbankan lewat agen laku pandai tanpa harus datang ke kantor cabang bank. Jika sulit mengakses bank umum, ada juga BPR yang beroperasi di berbagai daerah.
Namun, faktanya jumlah orang dewasa di Indonesia yang belum punya rekening tabungan atau kelompok unbankable masih sangat besar. Angkanya pada tahun 2021 mencapai 97,74 juta, menurut data Data Bank Dunia.
Baca Juga: Suku Bunga Deposito Bank Masih Bermekaran
Faktor lain yang kerap membuat orang-orang memilih menyimpan uang tunai di rumah, tak mau punya rekening dan menyimpan udangnya di bank, karena khawatir dengan keamanan dananya. Adanya yang takut uang bisa raib karena kesalahan bank atau karena banknya gulung tikar.
Namun, hal-hal seperti sebenarnya tak perlu lagi dikhawatirkan. Masyarakat harus tahu bahwa simpanan di bank aman. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin simpanan nasabah di seluruh bank yang ada di Indonesia, termasuk juga BPR.
Simpanan yang dijamin jumlahnya tak tangung-tanggung, yakni maksimal Rp 2 miliar per nasabah. Jadi, amit-amit, kalau banknya bangkrut maka LPS akan mengembalikan dana nasabahnya sampai dengan nominal Rp 2 miliar.
Aset LPS Lebih dari Rp 190 Triliun.
Per Desember 2022, total aset LPS mencapai Rp 186,76 triliun atau meningkat 15,27% secara tahunan. Komposisinya berasal dari investasi Rp 180,47 triliun, cash dan piutang Rp 5,97 triliun, aset tetap dan tidak berwujud Rp 220 miliar dan aset lainnya Rp 90 miliar.
Memasuki tahun ini, jumlah aset itu terus tumbuh. Per akhir Februari 2023, jumlahnya sudah mencapai Rp 196,68 triliun, naik 5,32% dari akhir tahun lalu.
Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, jumlah aset tersebut sangay cukup untuk menjamin seluruh simpanan nasabah perbankan yang ada di Tanah Air sesuai dengan ketentuan yakni maksimal Rp 2 miliar.
"Pada 2023, LPS menargetkan posisi aset mencapai lebih dari Rp200 triliun agar dapat terus memperkuat kapasitas LPS dalam melaksanakan penanganan bank secara efektif." kata Purbaya dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Sejak beroperasi pada tahun 2005 hingga saat ini, LPS telah melikuidasi sebanyak 1 bank umum, 105 BPR dan 13 BPRS. Dari total jumlah bank yang dilikuidasi tersebut, LPS mencatat pembayaran klaim penjaminan simpanan per 31 Juli 2023 sebanyak Rp 1,7 triliun, yang terdiri dari 271.240 rekening.
Direktur Group Riset LPS Herman Saherudin menyampaikan skema pembayaran klaim penjaminan simpanan oleh LPS kepada nasabah yang banknya dilikuidasi telah diatur sesuai dengan kebijakan LPS.
Terhitung 90 hari setelah BPR mengalami kebangkrutan, LPS segera bertindak dengan mengumumkan jangka waktu pembayaran klaim yang diperuntukkan untuk nasabah. "Setelahnya, nasabah dapat menghubungi pihak LPS untuk pengajuan klaim," ujar Herman di Jakarta, Senin (28/8).
Simpanan nasabah yang dapat diklaim adalah simpanan yang masuk dalam kategori layak bayar, yakni dengan batas jumlah simpanan Rp 2 miliar dan dengan suku bunga simpanan sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh LPS.
Sebagai contoh, penanganan klaim penjaminan PT BPRS Asri Madani Nusantara yang dinyatakan bangkrut per 15 September 2021. Dari simapanan Rp 16,20 miliar dengan total 2.476 rekening di BPRS itu, LPS melaporkan simpanan layak bayar mencapai Rp 16,15 miliar dengan 2.152 rekening (86,91%). Sedangkan yang tidak layak bayar hanya Rp 51,21 juta (0,32%) dari 324 rekening.
Nasabah Korban Likuidasi BPR Merasakan Manfaat Penjaminan
Siti Nuryatimah (45) merupakan salah satu nasabah BPR bangkrut yang tetap mendapati uangnya aman karena dijamin LPS. Ia seorang penjual sate yang menyimpan dananya di BPR Bagong di Banyuwangi, Jawa Timur.
Pemilik usaha sate dan gulai kambing ini rutin menyetorkan keuntungan hasil dagang ke tabungannya di BPR Bagong lebih dari 10 tahun. Ia menabung setiap hari sekitar Rp 100.000- Rp 500.000 sebagai tabungan masa depan. Simpanannya bahkan sudah mencapai ratusan juta rupiah.
Nuryatimah bercerita, dirinya berniat menarik uang tunai dari BPR Bagong, namun pihak BPR mengaku tidak dapat melayaninya. Saat itu, informasi yang didapat dari staf di BPR tidak memuaskan dan terkesan cenderung menutup-nutupi. Untungnya, ia mengenal salah satu manajer BPR Bagong dan mendapatkan penjelasan bahwa BPR tersebut berada dalam penanganan LPS.
“Saya diberikan penjelasan bahwa jika mau ambil uang tunggu beberapa waktu karena sudah ditangani oleh LPS dan dijamin oleh LPS,” ujarnya kepada awak media dalam bincang-bincang secara daring di kantor LPS, Senin (28/8).
Setelah itu, Nuryatimah dihubungi oleh pihak LPS bahwa ia dapat mengurus pengambilan simpanan miliknya di BPR Bagong melalui Bank Mandiri, hanya dengan membawa tabungan, KTP, dan mengantri selama beberapa jam, kemudian langsung dananya cair.
Saat BPR Bagong bangkrut, Nuryatimah masih memiliki tabungan sekitar Rp 25 juta, sehingga ia mendapatkan dana tersebut sepenuhnya karena simpanannya masih berada di bawah Rp 2 miliar sesuai peraturan penjaminan LPS.
Tidak hanya Nuryatimah, dua nasabah BPR lain yang juga dilikuidasi oleh LPS, merasakan manfaat penjaminan LPS. Salah satunya dr. Haripitono, berdomisili di Jember, Jawa Timur. Haripitono dan sejumlah rekan dokter lainnya mempunyai grup usaha di bidang diagnostik medik. Mereka lalu membuka rekening di BPR Syariah (BPRS) Asri Madani. Setiap rekening yang mereka miliki berjumlah sektiar Rp 2 miliar.
“Kami tidak panik sebab sebelumnya sudah ada pemberitahuan dari petugas, bahwa tabungan saya dijamin oleh LPS. Saya kira nasabah lain juga sudah mendapatkan pemberitahuan itu. LPS menjamin sampai dengan Rp 2 miliar per nasabah per bank, jadi tabungan kami selagi memenuhi syarat dijamin aman,” ujarnya.
Haripitono menambahkan, proses pembayaran klaim juga terhitung cepat, kurang dari 90 hari. Bahkan, ada salah satu temannya yang jumlah uang di rekeningnya terhitung besar juga cepat proses pencairan dananya. Saat disinggung mengapa dia memilih menabung di BPRS, dia beralasan BPR banyak bergerak di pembiayaan usaha kecil dan menengah. Prosesnya pengajuan pinjamannya pun mudah, cepat dan bagus pelayanannya.
“Saya akan tetap menabung di BPR, sebab saya yakin tabungan saya dijamin LPS, jadi hitung-hitung kami turut berpartisipasi menggerakkan roda perekonomian, khususnya di daerah,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News