Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan fintech peer to peer lending PT Amartha Mikro Fintek berkolaborasi dengan Rumah Zakat meluncurkan program Desa Sejahtera Amartha. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki masalah sanitasi dengan membangun sumber air bersih dan sarana sanitasi untuk masyarakat di pedesaan.
“Melalui kolaborasi Amartha dan Rumah Zakat, kami akan membantu memenuhi persediaan sumber sumber air bersih dan sarana sanitasi umum dengan membangun water well komunal, serta mengedukasi tentang pentingnya sanitasi,” kata Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto, Rabu (25/9).
CEO Rumah Zakat Nur Effendi mengungkapkan bahwa Rumah Zakat menyambut baik kolaborasi dengan Amartha dalam program Desa Sejahtera Amartha. Ia bilang melalui program ini, Rumah Zakat berupaya agar masyarakat di desa juga punya fasilitas sanitasi yang memadai.
“Kami berupaya agar setiap keluarga memiliki sarana sanitasi yang sehat dan mandiri agar mereka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik,” ujar Nur Effendi saat menjadi pembicara di acara Amartha Impact Talk vol.2.
Baca Juga: Dapat rekomendasi DSN, Amartha Mikro Fintech bakal meluncurkan produk syariah
Pada tahap pertama, Program Desa Sejahtera Amartha akan dijalankan di tiga desa binaan Amartha di wilayah Cirebon, Jawa Barat. Sumber air bersih dan sanitasi yang dibangun akan memenuhi kebutuhan sanitasi 400 jiwa dari 100 keluarga. Toilet bersama ini tidak hanya dirancang agar penduduk desa bisa mandi dan buang air dengan bersih.
Juga menyediakan tempat khusus untuk mencuci pakaian dan perabot rumah. Selama ini penduduk desa cenderung mandi, buang air, mencuci baju hingga perabotan rumah di tempat yang sama. Membuat anak dari perempuan yang sedang mengandung berpotensi menderita stunting.
Menurut data Survei Ekonomi dan Nasional Badan Pusat Statistik 2018, masih ada 27% rumah tangga di pedesaan yang tidak memiliki jamban sendiri. Sekitar 30% rumah tangga di pedesaan tidak memiliki tangki septik sebagai tempat akhir pembuangan tinja.
Bahkan 22% rumah tangga di pedesaan terbiasa mengubur tinja di dalam lubang tanah. Data Kementerian Kesehatan per November 2018 juga turut mencatat sebanyak 26% rumah tangga di Indonesia tidak memiliki akses sanitasi bersih.
Baca Juga: Amartha memperkuat akses teknologi keuangan bagi perempuan di pedesaan
Kualitas sanitasi yang buruk memberikan dampak bagi kesehatan keluarga, utamanya pada bayi dan anak. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penyebab stunting atau keadaan di mana anak tidak dapat tumbuh dengan normal karena faktor kekurangan gizi atau lingkungan.
Data Kementerian Kesehatan 2018 menunjukkan bahwa satu dari tiga balita di Indonesia menderita stunting, dengan jumlah mencapai tujuh juta jiwa.
Lebih lanjut, Unicef memperkirakan bahwa setidaknya terdapat seribu anak di bawah lima tahun yang meninggal setiap harinya karena kualitas sanitasi yang buruk. Melalui perbaikan sanitasi, diperkirakan angka stunting dapat menurun hingga 17-27%.
“Selain karena gangguan nutrisi di awal seribu hari kehidupan anak, sanitasi buruk di sekitar lingkungan tumbuh anak juga bisa menjadi faktor terjadinya stunting. Anak bisa rentan terkena infeksi atau diare yang dapat membuat energi untuk tumbuh kembang menjadi teralihkan" kata dr. Twinda Rarasati..
Baca Juga: AFPI: Fintech P2P lending berkontribusi Rp 60 triliun ke PDB Indonesia
Kualitas sanitasi yang berdampak kepada stunting secara tidak langsung mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga. Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa anak penderita stunting, ketika tumbuh dewasa akan berpenghasilan 20% lebih rendah daripada anak yang tumbuh optimal.
Masalah stunting di Indonesia juga menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp300 Triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News