Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Revisi Undang-Undang Perbankan yang saat ini masih digodok Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ternyata menarik Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) memberikan masukan. Salah satu masukan dari Perbanas adalah, kebutuhan bank khusus.
"Dalam cetak biru perbankan, saya usulkan Indonesia membutuhkan bank khusus," ucap Ketua Perbanas Sigit Pramono, di Hotel Le Meridien, Kamis, (25/4). Pengertian bank khusus ini yaitu, bank yang melaksanakan usaha khusus berdasarkan pilihan sistem, bidang usaha, sektor ekonomi, wilayah atau tujuan tertentu
Ia berharap ini dapat dimasukkan dalam pasal 5 revisi UU Perbankan. Di situ, kategori bank hanya dibagi atas bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) saja. Sedangkan, Perbanas ingin kategori tersebut dibedakan menjadi bank umum dan bank khusus.
Sigit memberi contoh, beberapa bank khusus ini. Pertama, yaitu bank syariah. Kedua, bank yang memberi layanan tertentu seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), bank nelayan, atau bank petani. Ketiga, bank berdasarkan kegiatan usaha tertentu seperti bank infrastruktur dan bank ekspor impor.
Keempat, bank yang melayani segmen usaha mikro. Dan kelima, bank yang melayani wilayah tertentu seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank perkotaan, serta bank pedesaan.
Ia menilai, ada banyak keuntungan dari pembentukan bank khusus tersebut. Terutama dalam hal operasional, dimana akan ada pengurangan biaya dari keahlian, skala ekonomi yang lebih besar, dan peningkatan efektivitas pemasaran.
Hal lain, kata Sigit adalah, pembentukan bank khusus diperlukan karena ada sektor ekonomi yang belum mendapatkan pembiayaan perbankan. Kemudian, salah satu tantangan yang dihadapi antara lain adanya default risk dan tingginya Non Performing Loan (NPL) pada sektor tertentu. "Spesialisasi bank khusus dapat mengatasi masalah ini," sebut Sigit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News