Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
“Kami sudah menjalankan sistem untuk menyiapkan implementasi. Sehingga ketika berlaku pada Januari 2020 kami sudah siap. Sedangkan proyeksinya akan ada tambahan CKPN senilai Rp 8 triliun, namun nilai tersebut belum final, karena yang akan jadi acuan adalah laporan keuangan Desember 2019 nanti,” kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo saat paparan publik, Rabu (14/8).
Sejak 2015, bank terbesar di tanah air ini pun sejatinya memang telah membentuk CKPN di atas 150% dari rasio kredit macet alias non performing loan (NPL). Bahkan pada 2018 perseroan membentuk CKPN senilai Rp 34,6 triliun atau setara 200,61% dari kredit macetnya senilai Rp 17,2 triliun.
Sedangkan hingga semester 1-2019, BRI telah membentuk CKPN senilai Rp 38,3 triliun atau setara 194,58% dari kredit macetnya sebesar Rp 19,7 triliun.
Baca Juga: Laba CIMB Niaga naik 11,8% di semester I 2019
Sementara sepanjang semester 1-2019, perseroan berhasil meraih pertumbuhan laba 8,18% (yoy). Dari Rp 14,93 triliun (1H/18) menjadi Rp 16,16 triliun (1H/19). Pertumbuhan laba turut ditopang pertumbuhan kredit yang mencapai 11,83% (yoy), dari Rp 794,29 triliun (1H/18) menjadi Rp 888,32 triliun (1H/19).
Adapula PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM, anggota indeks Kompas100) yang justru telah menerapkan PSAK 71 sejak akhir 2018 lalu. Oleh karenanya, menurut Plt, Direktur Utama Bank Jatim Ferdian Satyagraha perseroan sudah tak perlu menambah CKPN tahun ini.
“Kami sudah live sejak November 2019, dan menjadi bank pertama yang melakukan hal tersebut. Saat itu juga tidak ada penambahan CKPN,” katanya kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Gandeng Artajasa, Mastercard akan implementasi GPN
Dari catatan keuangan perseroan pembentukan CKPN perseroan memang terus menyusut. sepanjang semester 1-2019 berkurang 27,54% (yoy), dari Rp 1,40 triliun (1H/18) menjadi Rp 1,01 trliun (1H/19).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News